Sabtu, 17 Desember 2011

TEKNIK HIBRIDOMA

TEKNIK HIBRIDOMA

Salah satu kemajuan dalam bidang bioteknologi yaitu ditemukannya teknologi hibridoma. Teknik Hibridoma yaitu teknik pencangkokan sel dengan materi genetik dari sel yang lain, yang umumnya digunakan untuk terapi medis kekebalan tubuh (imunoterapi), kanker ataupun tumor. Contohnya : pemasukkan genom penghasil antibodi dari sel limfosit, kedalam sel kanker  yang sangat cepat berploriferasi, sehingga sel kanker tersebut dapat menghasilkan antibodi dan dapat melawan sel kanker lainnya atau zat asing yang masuk kedalam tubuh dengan cepat, yang secara normal tidak bisa diatasi oleh antibodi dari sel limfosit saja. Teknologi hibridoma ini digunakan untuk memproduksi antibodi klon tunggal, yang mana merupakan salah satu terobosan yang sangat berharga dalam biomedik. 
            PERKEMBANGAN TEKNIK HIBRIDOMA
Sejak diperkenalkan, teknik hibridoma ini telah mengalami perkembangan untuk mendapatkan klon secara efisien dan hibridoma yang hidup secara maksimal. Sejalan dengan tujuan maka pengembangan timbul pada cara-cara :
1.        Imunisasi
Hibridoma merupakan hasil fusi 2 sel yaitu sel  mieloma dan sel B penghasil antibodi. Karena itu supaya memperbanyak sel B spesifik terhadap antigen yang diinginkan penting supaya populasi sel B spesifik jumlahnya lebih banyak sehingga hasil fusi mencapai maksimal. Banyaknya sel B spesifik dipengaruhi antigen baik caranya stimuiasi maupun sifat dan antigen sendiri, Sehingga untuk memperbanyak sel B spesifik, dilakukan berbagai cara imunisasi, yaitu :
(i) Konvensional
Cara ini sebenarnya sama dengan cara imunisasi untuk membuat antibodi polikional. Antigen berupa protein atau polisakanida dalam volume yang sama diemulsikan dengan complete Freuncfs adjuvant, bila antigen seluier dibuat tanpa ajuvan. Antigen disuntikkan sub kutan pada beberapa tempat atau intraperitoneai, setelah 2–3 minggu disusul suntikan antigen tanpa  juvan secara intravena sekali atau beberapa kali. Mencit dengan tanggap kebal terbaik dipilih, 1–2 hari setelah suntikan terakhir mencit dibunuh dan diambil sel limpanya. Cara ini dianggap cukup baik dan secara umum banyak dipakai, walaupun dipengaruhi sifat antigen berupa imunogen kuat atau lemah serta tanggap kebal binatang yang berbeda-beda. Bila informasi antigen yang iengkap tidak bisa didapatkan cara imunisasi ini terbukti memberi hasil cukup baik.
(ii) Imunisasi sekali suntik intralimpa (Single-shot intrasplenic immunization)
Pada imunisasi konvensional, antigen dipengaruhi bermacam-macam faktor. Bila disuntikkan ke dalam darah sebagian besar akan dibuang secara alami, sedangkan melalui kulit akan tersaring kelenjar limfe regional, makrofag dan sel retikuler. Hanya sebagian kecii antigen yang terlibat daiam proses tanggap kebal. Pada hibridoma yang diperlukan adalah sel limpa, karena itu untuk mencegah eiimin antigen oleh bagian lain dari tubuh dilakukan suntikan imunisasi langsung pada limpa dan ternyata hasilnya lebih baik dan cara konvensional.
(iii) Imunisasi in vitro
Tidak ditemukannya antibodi monoklonal spesifik sering karena kegagalan stimulasi limfosit B pada imunisasi in vivo. Ini mungkin disebabkan toleransi atau adanya antigen hierarchy response (reaksi tanggap kebal hanya terhadap beberapa komponen antigen). Sering terjadi setelah imunisasi dengan antigen yang lemah, walaupun  antibodinya tinggi ternyata gagal mendapatkan hibridoma spesifik karena rendahnya jumtah sel B spesifik dalam limpa, maka untuk mengatasinya dilakukan imunisasi in vitro. Pada prinsipnya sel limpa belum imun ditambah antigen dan TCM (thymocyte culture-conditioned medium) yaitu medium biakan sel thymus setelah inkubasi 48 jam. Antigen dapat berupa antigen tertarut sebanyak 30–1000 ug atau sel yang difiksasi aikohol atau yang diradiasi 4500 rad dengan Cesium radioaktif. Setelah diinkubasikan 37°C selama 5 hari akan banyak dijumpai sel blast yang besar dan pada keadaan ini sel siap untuk dilakukan fusi.
2.         Pilihan sel miolema
Yang rnenjadi pertimbangan dalam memilih sel mieloma, adalah:
a) Spesies
Sel mieloma yang berasal dari spesies yang sama dengan binatang yang diimunisasi akan mengurangi segregasi kromosom pasca fusi. Contoh yang ekstrim ialah hibridoma sel mieloma mencit dengan sel limpa manusia, kromosom sel manusia dengan cepat mengalami segregasi sehingga hasil hibrid menjadi tidak stabil. Dalam perkembangannya, pemilihan sel mieloma yang berbeda spesies dapat dilakukan terutama untuk tujuan tertentu. Hibrid sel mencit dengan tikus telah dibuat dan berhasil baik, tetapi perbedaan spesies yang terlalu jauh dikatakan tidak produktif. Walaupun pembuatan antibodi monokional mencit dan tikus sudah berhasil baik, gunanya secara klinis sangat terbatas karena tetap merupakan protein asing untuk manusia. Karena itu dikembangkan hibrid manusia dengan mengembangkan sel mieloma manusia yang sensitif terhadap hypoxanthinc-aminopterinthymidine. Tim dari Stanford University telah berhasil membuat galur sel mieloma tersebut yaitu U-266 AR1 dengan nomor registrasi SKO-007. Sayangnya galur ini masih membuat sendiri IgE.
b) Sintesis imunoglobulin
Sel hibridoma mengekspresikan rantai imunoglobulin secara codominant, sehingga imunoglobulin dan sel mieloma akan diekspresikan bersama imunoglobulin dan sel limpa dengan kombinasi secara acak.  Sebagai contoh, bila sel mieloma membentuk rantai berat dan rantai ringan imunoglobulin, seperti juga halnya dengan sel limpa, maka imunoglobulin dan sel hibrid merupakan kombinasi acak dari ke-4 rantai dan antibodi spesifik hanya terdapat 1/16 dari seluruh imunoglobutin yang terbentuk. Karena itu pengembangan diarahkan untuk membuat sel mieloma yang tidak membuat rantai imunoglobulin tetapi tetap dapat fusi dengan baik.
3.        Medium biakan
Medium biakan umumnya DMEM atau RPMI 1640 dengan tambahan fetal calfserum (FCS) dan aditif  lainnya. Yang menjadi  masalah adalah FCS harganya mahal, sutit didapat dan  kualitasnya sangat bervariasi tergantung sumbernya bahkan juga bervariasi untuk tiap batch. Penambahan FCS sangat penting, bahkan pada waktu fusi, seleksi dan cloning kadar FCS dalam medium sering dinaikkan. Dipilih FCS karena kandungan imunogtobulinnya rendah sehingga tidak mempengaruhi  sangat mendukung tumbuh dan kembang biak sel.
Usaha pengembangan dilakukan untuk mendapatkan medium tanpa serum karena memberi keuntungan :
• memungkinkan penetitian yang tak memperbotehkan adanya protein serum atau bahan-bahan dan serum misatnya hormon, antibodi.
• ekonomis, terutama untuk menumbuhkan sel dalam skala besar.
4.      Fusi sel
Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel besar dengan dua atau lebih inti yang berasal dari kedua induk sel yang berbeda jenis, disebut heterokaryon, pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk 1 inti yang mengandung kromosom kedua induk disebut sebagai sel hybrid. Frekuensi fusi dipengaruhi bermacam–macam faktor :
Ø  jenis medium.
Ø  perbandingan jumlah sel timpa dengan sel mieloma.
Ø  jenis sel mieloma yang digunakan.
Ø  bahan yang mendorong timbulnya fusi (fusogen), misainya polyethylene glycol
Secara garis besar fusogen dibagi menjadi 2 kategori:
Ø  Virus berselubung. Yang sering digunakan adalah virus Sendai
Ø  Reagensia tipofitik atau tipolitik, misal lysole cithin dan polyethylene g1ycol
5.      Penumbuhan hibridoma
Berdasarkan pengamatan Fazekas de St Groth dan Scheidegger, penumbuhan hibrid pasca fusi yang dilakukan dengan feeder cell (sel limpa tidak imun) memberi hasil yang lebih konstan dibanding tanpa feeder cell. Sebagai feeder system dapat digunakan sel limpa tidak imun, thymocyte, makrofag peritoneum, fibroblas manusia yang telah diradiasi, lipopolisakarida (LPS), supernatan makrofag, supernatan biakan endotel manusia dan serum darah tali pusat manusia. Dalam feeder system terdapat faktor pendorong penumbuhan sel, sebagai contoh :
Ø  Nitrogen lipopolisakarida (LPS), efeknya diperkuat dengan penambahan dextran sufat.
Ø  Supernatan makrofag mengandung monokin (interleukin-1) menimbulkan aktivasi limfosit.
ANTIBODI MONOKLONAL
Antibodi monoklonal dibuat dengan cara penggabungan atau fusi dua jenis sel yaitu limfosit B yang memproduksi antibodi dengan sel kanker (sel mieloma) yang dapat hidup dan membelah terus menerus. Hasil fusi antara sel limfosit B dengan sel kanker secara in vitro ini disebut dengan hibridoma.
Apabila sel hibridoma dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secara genetik mempunyai sifat identik akan memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi yang diproduksi oleh sel aslinya yaitu sel limfosit  B. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah proses pemilihan sel klon yang identik yang dapat mensekresi antibodi yang spesifik. Karena  antibodi yang diproduksi berasal dari sel hibridoma tunggal (mono-klon), maka antibodi yang diproduksi  disebut dengan antibodi monoklonal.
Sel hibridoma  mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara tidak terbatas dalam kultur sel, sehingga mampu memproduksi antibodi homogen yang spesifik (monoklonal) dalam jumlah yang hampir tak terbatas. Antibodi monoklonal merupakan senyawa yang homogen, sangat spesifik dan dapat diperoleh dalam jumlah yang besar sehingga sangat menguntungkan jika digunakan sebagai alat diagnostik. Beberapa jenis antibodi monoklonal telah tersedia dipasaran untuk mendeteksi bakteri patogen dan virus, serta untuk uji kehamilan.
Cara Pembuatan Antibodi Monoklonal
Untuk mendapatkan antibodi yang homogen, prinsipnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. Imunisasi mencit
2. Fusi sel limfa kebal dan mieloma
3. Eliminasi sel induk yang tidak berfusi
4. Isolasi dan pemilihan klon hibridoma
1. Imunisasi Mencit
Ø  Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri atau virus, disuntikkan secara subkutan pada beberapa tempat atau secara intra peritoneal.
Ø  Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen secara intravena, mencit yang tanggap kebal terbaik dipilih.
Ø  Pada hari ke-12 hari suntikan terakhir antibodi yang terbentuk pada mencit diperiksa dan diukur titer antibodinya.
Ø  Mencit dimatikan dan limfanya diambil secara aseptis.
Ø  Kemudian dibuat suspensi sel limfa untuk memisahkan sel B yang mengandung antibodi.
Ø  Cara imunisasi lain yang sering digunakan adalah imunisasi sekali suntik intralimfa (single-shot intrasplenic immunization). Imunisasi cara ini dianggap lebih baik, karena eliminasi antigen oleh tubuh dapat dicegah.
Ø  Pada cara imunisasi konvensional antigen dipengaruhi bermacam-macam faktor. Bila disuntikkan ke dalam darah sebagian besar akan dieliminasi secara alami, sedangkan melalui kulit akan tersaring oleh kelenjar limfe, makrofag, dan sel retikuler. Hanya sebagian kecil antigen yang terlibat dalam proses imun. Oleh sebab itu, untuk mencegah eliminasi antigen oleh tubuh dilakukan suntikan imunisasi langsung pada limpa dan ternyata hasilnya lebih baik dari cara konvensional. Menyuntik hewan laboratorium (mencit) dengan antigen dan kemudian, setelah antibodi telah terbentuk, mengumpulkan antibodi dari serum darah hewan tersebut (antibodi  yang  mengandung  serum darah disebut anti serum).
2. Fusi limfa kebal dan sel mieloma
Ø  Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limfa yang membuat antibodi akan cepat mati, sedangkan sel mieloma dapat dibiakkan terus-menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibrid yang terdiri dari gabungan sel limfa yang dapat membuat antibodi dan sel mieloma yang dapat dibiakkan secara terus menerus dalam jumlah yang tidak terbatas secara in vitro.
Ø  Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel besar dengan dua atau lebih inti sel, yang berasal dari kedua induk sel yang berbeda jenis yang disebut heterokarion.
Ø  Pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk satu inti yang mengandung kromosom kedua induk yang disebut sel hibrid.
Ø  Frekuensi fusi dipengaruhi beberapa faktor antara lain jenis medium; perbandingan jumlah sel limpa dengan sel mieloma; jenis sel mieloma yang digunakan; dan bahan yang mendorong timbulnya fusi (fusogen). Penambahan polietilen glikol (PEG) dan dimetilsulfoksida(DMSO) dapat menaikkan efisiensi fusi sel. Mentransfer campuran fusi sel (sel limfosit B dan sel mieloma ke medium kultur yang disebut medium HAT (karena mengandung Hipoxantin Aminopterin Timidin).
Ø  Sel mieloma (sel-sel tumor sum-sum tulang yang akan tumbuh tanpa batas dilaboratorium dan menghasilkan imunoglobulin) yang tidak mengalami fusi tidak dapat tumbuh karena kekurangan HGPRT.
Ø  Sel limfosit B (limpa mencit yang telah terkena antigen sehingga memproduksi antibodi X) yang tidak mengalami fusi tidak dapat tumbuh terus karena punya batas waktu hidup.
Ø  Sel hibridoma (dihasilkan oleh fusi yang berhasil) dapat tumbuh tanpa batas karena sel limpa dapat memproduksi HGPRT dan sel mieloma dapat membantu sel limpa.
Ø  Fusi ini mengabungkan kemampuan untuk tumbuh terus menerus dari sel mieloma dan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar antibodi dari sel limfosit B murni.
3. Eliminasi sel induk yang tidak berfusi
Ø   Frekuensi terjadinya hibrid sel limfa-sel mieloma biasanya rendah, karena itu penting untuk mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya lebih banyak agar sel hibrid mempunyai kesempatan untuk tumbuh dengan cara membiakkan sel hibrid dalam media selektif yang mengandung hyloxanthine, aminopterin, dan thymidine (HAT).
4. Isolasi dan pemilihan klon hibridoma
Ø  Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid akan membentuk koloni homogen yang disebut hibridoma.
Ø  Tiap koloni kemudian dibiakkan terpisah satu sama lain.
Ø  Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresi antibodi ke dalam medium, sehingga antibodi yang terbentuk bisa diisolasi.
Ø  Pemilihan klon hibridoma dilakukan dua kali, pertama adalah dilakukan untuk memperoleh hibridoma yang dapat menghasilkan antibodi, dan yang kedua adalah memilih sel hibridoma penghasil antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan stabil.Umumnya penentuan antibodi yang diinginkan dilakukan dengan cara enzyme linked immunosorbent assay (EL1SA) atau radio immuno assay (RIA).



DAFTAR PUSTAKA

Radji, Maksum.Imunologi &Virologi. Penerbitan PT ISFI; Jakarta.2010. Hal 84-89.Riechmann L, Clark M, Waldmann H, Winter G.Reshapin
http://en.wikipedia.org/wiki/Panitumumab (9Maret 2011, 20.30).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar