Kamis, 19 Januari 2012

PROSES KEDEWASAAN MANUSIA

Tips Menjadi Dewasa

Menjadi dewasa, adalah proses aksiomatik yang terjadi pada setiap diri manusia normal. Karena, bila proses itu tidak berjalan demikian, itu berarti ada yang tidak normal dalam diri manusia itu.
Menjadi dewasa,  juga suatu keputusan yang penuh tanggung jawab dan konsekuensi. Karena, setiap orang dewasa akan selalu bertanggung jawab penuh akan apa yang dikerjakannya, dan memahami betul bahwa setiap perbuatan akan ada konsekuensi logisnya.
Karena, betapa banyak manusia yang memilih cara kekanak-kanakan dalam menyelesaikan urusan atau masalah kehidupannya, berjiwa kerdil, lari dari tanggung jawab, tidak menerima kenyataan, dan lain sebagainya, itulah diantara sifat yang menunjukan ketidak-dewasaan seseorang. Termasuk didalamnya bagaimana berprilaku, dan berinteraksi kepada sesama manusia.
Untuk menjadi dewasa, seseorang harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi tolak ukur apakah orang tersebut telah menjadi dewasa, atau belum. Diantara faktor-faktor itu adalah:
  • Kematangan berfikir: Seorang yang dewasa, tahu bagaimana harus berfikir sebelum bertindak (berbuat). Ia tahu betul pentingnya perencanaan sebelum melakukan suatu hal, dan evaluasi setelah melakukannya; tidak serta merta, dan tidak “grabak-grubuk”. Seorang yang dewasa dapat berpikir logis, dan kritis.
  • Kedewasaan emosional: Seorang yang dewasa, dapat memahami dan mengendalikan gejolak emosinya. Justru itulah yang membedakannya dengan seorang anak kecil, yang tidak tahu mengapa ia emosi dan bagaimana mengendalikannya. Ia mampu menyalurkan dan menempatkan emosinya pada sesuatu yang benar, tidak salah kaprah.
  • Kecerdasan ruhaniyah: Seorang yang dewasa, memiliki jiwa yang tenang, dalam arti tidak ada kegundahan yang menyebabkan jiwanya labil. Kecerdasan ruhaniyah adalah kemampuan ruhani untuk meyakini dan memahami, bahwa ketenangan sejati itu bersumber dari yang Maha Menenangkan. Ruhani yang cerdas, mampu mengetahui betul bahwa banyak keterbatasan yang ia miliki, sehingga ia dapat menempatkan diri di hadapan Sang Penciptanya, mengetahui hak-Nya, dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab dan keikhlashan.
  • Kepekaan sosial: Seorang yang dewasa, akan melihat dirinya adalah bagian dari masyarakat. Suatu komunitas hierarki yang majemuk. Kepekaan hati terhadap masalah dan kondisi sosial realita, akan mampu menumbuh-kembangkan rasa empati, yang menepis jauh-jauh rasa egois dalam berbuat suatu hal. Seorang yang dewasa akan sangat peka, bahwa apa yang dia berikan hari ini kepada orang lain, suatu saat akan dia terima dari orang lain. 

Tips : Agar Menjadi Orang Dewasa

Remaja. Masa yang sedang kita hadapi ini berada di tengah-tengah. Mengapa disebut di tengah-tengah? Karena seorangramaja memiliki fisik dan psikis yang masih labil. Seorang remaja terkadang bahkan sering bertingkah seperti anak-anak. Tapi kita ini bukan aak-anak! Kita sudah memasuki masa dewasa. 8 Sifat Oarang Dewasa.

Banyak tuntutan dari pihak keluarga khususnya agar kita menjadi orang dewasa. Mungkin kita pernah dinasehati atau bahkan dimaraahi agar dapat bersikap lebih dewasa. Tuntutan ini bagus dan baik. Tuntutan yang membuat kita semakin bijaksana, matang dan pastinya menjadi dewasa.
Oh ya, ada satu catatan penting agar menjadi orang dewasa. Bukan berarti kita dituntut dewasa, lalu melihat gambar atau video porno. Bukan berarati pula karena kita ingin dewasa, lalu berbuat seks sebelum waktunya (belum manikah). Sebelumnya juga saya pernah menulis Tips Agar Menjadi Orang Yang Dewasa di blog ini, hanya karena saya anggap tulisan itu belum sempurna, maka saya tulis lagi lah Tips : Agar Menjadi Orang Dewasa.
Agar kita dapat melewati masa remaja denagan baik. Agar kita menjadi orang dewasa. Agar tuntutan orang tua terpenuhi. Simaklah dn praktekkan  Tips : Agar MEnjadi Orang Dewasa :
Pertama, kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk.
Kedua, kita bisa memprioritaskan yang terutama dan yang pertama. Mana yang harus dilakuakan terlebih dahulu, mana yang dapat diakhirkan.
Ketiga, kita dapat menyelesaikan diri kita sendiri dan dapat pula membantu menyelesaikan masalah orang lain (terutama orang terdekat) tanpa merugikan salah satu pihak.
Keemapat, tidak lari dari masalah.
Kelima, kita dapat berlaku adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Tidak teargeasa-gesa, tapi juga tidak bertele-tele.
Keenam, sayang terhadap diri kita sendiri dan peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar.
Ketujuh, taat menjalankan ibadah. Menjauhi apa yang dilarang dan manjalankan apa yang diperintahkan Tuhan dan Rasulallah. Rajin pula dalam melaksanakan amalan sunnah.
Kedelapan, lebih mementingkan orang lain ketimbang diri sendiri.
Yakinlah pada diri kita masing-masing, kita dapat menjadi orang yang dewasa. Kita dapat melewati masa-masa sulit sebagai seorang remaja dan jadilah orang yang dewasa.
Dengan mempraktekan Tips : Agar Menjadi Orang Dewasa di atas, yakinlah dan buktikanlah, kita dapat menjadi orang dewasa.
 

Saat Harus Menjadi Dewasa….

Acap kali kita mendengar  ungkapan “Menjadi tua itu adalah pasti hukumnya, namun menjadi dewasa adalah suatu pilihan sifatnya”. Ya! Tepat sekali ungkapan ini. Seorang dengan usia 20, 30, atau bahkan 50 tahunan yang kita anggap tua, ternyata banyak yang belum dapat bersikap dewasa. Padahal usia semakin tahun semakin berkurang, namun jalan fikiran untuk memperbaiki kehidupan ini ternyata belum cukup berkembang.
Sehingga, tidak perlu menunggu tua untuk menjadi dewasa. Karena kedewasaan tidak selalu beriringan dengan berkurangnya usia. Lalu sebenarnya, apa sih makna dewasa? Secara umum, seorang dapat dikatakan dewasa apabila ia telah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jelek (atau benar salahnya sesuatu). Namun dalam Islam, seorang dewasa adalah yang telah mampu memilih dan memilah serta mengkategorikan mana yang perintah dan mana yang larangan Allah SWT. Adapun salah satu indikator sikap kedewasaan adalah bersikap bijak. Seorang yang memiliki sikap bijaksana tentu mampu mengendalikan dirinya dan ia pun mempunyai arah pandangan hidup yang jelas serta berkomitmen. Begitulah yang dapat saya pahami, walaupun tentunya seorang bijak tidak mutlak seperti itu. Saya rasa ikhwah sekalian lebih memahaminya daripada saya.
Memang tampaknya begitu mudah mencap diri sebagai seorang yang dewasa, namun tidak demikian adanya. Mari sejenak menengok kepada realita kehidupan sekitar kita. Seorang ayah ataupun kakek di usia rentanya, masih saja bergenit-genit menggoda gadis-gadis seksi, bahkan lebih parahnya hingga menggauli anak kandung, anak tetangga, ataupun cucunya sendiri untuk melampiaskan nafsu bejatnya. (Lalu apakah menurut kita dia seorang yang berfikir dewasa?). Dan masih banyak hal-hal kecil lainnya yang beredar di kalangan orangtua yang ternyata belum dewasa. Bahkan yang paling sering saya temui adalah orang-orang (yang tampak) dewasa dengan sikap ngambeknya. Waaahh!!! Saya begitu terkejut mendapati mereka, ternyata tidak cuma adik-adik kecil yang biasa ngambek ke orangtua kalau sesuatu yang diinginkan tidak didapatkan.
Memang tidak mudah untuk menjadi dewasa, ada masa transisi yang panjang, perlu ilmu, ada latihan, dan sebagainya. Maka wajarlah jika seorang akhi mengingatkan kita cara menuju dewasa dengan sedikit perumpamaan (kalimah thayyibah). Ungkapnya, “Ada banyak cara menjadi dewasa, kadang begitu mudah semudah membaca buku dan menemukan kearifan di tiap lembarnya. Bahkan ada yang lebih mudah, seperti bercermin pada setiap kejadian yang terjadi pada orang lain. Tapi tidak jarang, kita harus menempuh jalan yang begitu berat untuk menjadi dewasa dan sadar. Kita mesti melewati sungai fitnah yang deras, kudu membelah rimba cobaan dengan kerja dan sabar, bahkan kita harus penuh luka sebelum akhirnya memetik hikmah dan menjadi dewasa. Ada yang berhasil, namun banyak pula yang gugur di tengah jalan.”
Bagaimana, sudah ada inspirasi dari masukan ini tentang jalan menuju kedewasaan? Ya! Realitanya untuk menjadi dewasa, Pertama, kita kudu banyak belajar, tentunya terkait dengan segala topik yang mampu mengarahkan kita mencapai kedewasaan. Contohnya topik birrul walidain, di sini kita banyak belajar bahwa mentaati dan menghormati orangtua tentu ada tata caranya pula, sikap merajuk yang sering kita tampakkan pada orangtua ternyata berdampak psikologis pada orangtua, dan sebagainya. Namun perlu saya tekankan bahwa belajar tidak mesti dengan baca buku saja, selagi banyak jalan menuju Roma tentu banyak peluang yang kita bisa manfaatkan sebagai media belajar.
Kedua, bercermin diri, di sini saya bukannya mengajak ikhwah fillah untuk terus menatapi diri di depan cermin tentunya. Tapi bercermin tentang diri kita, tentang apa yang telah kita lakukan, tentang sifat-sifat kita yang harus diperbaiki, dan sebagainya. Serta tentang cinta kita kepada Rabb yang Maha Mencinta. Selanjutnya saya rasa ikhwah lebih paham tentang ini daripada saya.
Ketiga, dengan latihan. Kita tidak cuma perlu latihan kebugaran fisik atau angkat besi untuk menjadi dewasa. Kita juga perlu banyak, banyak, dan lebih banyak waktu untuk berlatih di setiap perubahan (hijarah) diri kita. Ya! Diaantaranya dengan melatih kesabaran jika kita adalah orang yang suka ngambek, atau dengan “memaksa” diri melakukan ibadah jika kita masih suka bermalas-malasan pada yang satu ini, serta masih banyak bentuk latihan lainnya.
Bahkan tak dipungkiri lagi bahwa kebanyakan orang perlu “teguran sayang” terlebih dahulu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang dewasa. Allah SWT yang selalu menyayangi kita, sehingga Dia tentu punya banyak cara untuk menegur kita agar kita tidak jauh-jauh dariNya. Duuuhhh!! Allah SWT romantis banget yaaa… Saya semakin teringat sabda Rasulullah tentang sifat Allah SWT, “Sesungguhnya Allah SWT adalah yang Maha Pencemburunya.” Karena itulah, saya juga ingin mengingatkan kembali bahwa sesungguhnya setiap “teguran” yang datang kepada kita bukanlah pertanda bahwa Allah SWT ingin menyengsarakan kita, tapi mungkin karena kita sudah mulai menjauh dariNya, dan sebagainya. (Carilah sejuta alasan agar kita tetap berbaik sangka kepada Allah SWT).
Menulis atau membaca materi ini memang begitu mudah, namun dalam penerapannya tentu banyak hal yang harus kita penuhi sebagai penyokong keberhasilannya. Di antara yang paling saya anggap penting adalah komitmen kuat dalam diri kita, yang selanjutnya ditambah dengan kedekatan kita dengan sesama ikhwah dalam jama’ah atau dengan orangtua khususnya, karena mereka adalah orang-orang yang tiada pernah sungkan untuk terus dan terus mengingatkan kita kepada kebaikan.
Sumber : Kotasantri.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar