Sabtu, 03 Maret 2012

sebuah janji

sendiri2Membuat janji tidak bisa dianggap remeh. Janji adalah sebuah komitmen, dan kita bisa dikejar perasaan bersalah – walau banyak yang tidak merasa – gara gara wanprestasi atau ingkar janji. Mereka yang selalu menepati janji adalah pribadi yang memiliki integritas, karena menjadi barang langka di negeri ini.
Budaya ikhlas, disatu sisi seperti heritage kultur masyarakat yang terbiasa tawakal dan menyerahkan diri pada kehidupan semesta alam. Namun disisi lain, menjadi simbol manusia yang lemah dan tertindas.
Apakah kita berhak meminta janji yang telah diucapkan oleh pemimpin kita, juga anggota dewan. Janji yang sering diucapkan dalam kampanye kampanye terdahulu. Apakah kita harus ikhlas dengan janji ‘ gombal mukiyo ‘ dari Gubernur Fauzi Bowo yang berjanji akan mengurus Jakarta sesuai dengan motto Sang Ahli. Problemnya justru kadang kita tak pernah berani mempertanyakan cidera janji itu. Karena sudah di’ bom ‘ dengan kata ikhlas sejak awal. Apalagi kita bangsa yang mudah lupa. Sekaligus mudah memaafkan.
Ini mungkin aneh. Semakin kita diminta ikhlas, sesungguhnya kita justru tak pernah bisa ikhlas. Butuh tingkat pencapaian sufi untuk menempatkan rasa penyerahan diatas segala galanya. Para wartawan yang menyerbu Darsem ketika tiba di Bandara Soekarno Hatta, membuat perempuan yang baru dibebaskan dengan uang diat sebesar 4.7 milyar ketakukan dan menangis. Mungkin mereka tak bisa mengikhlaskan Darsem melenggang pulang ke kampung halaman tanpa memberikan konfirmasi keterangan untuk pers. Bukankah kami yang mengangkat berita ini sehingga donator mudah tergerak mengumpulkan uang diat. Jadi wajar beri kami sesuatu berita.
Apakah Nazarudin ikhlas kehilangan segala galanya. Setelah menggelontorkan puluhan milyar untuk partai Demokrat dan orang orang yang dianggapnya sebagai kunci. Kini ia dianggap pesakitan. Mungkin dia berpikir. Saya jatuh dan saya akan membawa semua orang ikut jatuh.
Barang kali kita harus belajar ilmu ikhlas. Demikian status BB seorang teman yang saya baca. Bagaimana caranya ?
Saya pernah dalam suatu masa, kehilangan orang yang saya pernah cintai. Juga kenangan berharga lainnya. Butuh waktu untuk membuatnya lepas. Waktu ayah saya meninggal, saya tak pernah bisa ikhlas waktu itu.
Disisi lain, agak susah menghitung nilai keikhlasan kita sepanjang hak hak kita sebagai warga negara juga tetap terabaikan. Dalam tataran informal kita terus mempertanyakan itu terus. Bisa jadi bumerang, ketika kita merelakan hak hak kita yang terampas. Kita apatis. Itu berbahaya, artinya kita tidak perduli.
Saya takut kalau kita lebih perduli dengan ketidak-ikhlasan kenapa film Harry Potter 7 tidak diputar di Indonesia

Mari Belajar Ilmu Ikhlas

Mari Belajar Ilmu Ikhlas

Waaa... udah lama gak posting blog...!. Minggu-minggu ini pikiranku buntu, gak punya ide, jadi bingung mau nulis apa di blog. Kegiatan setiap hari cuma netan ngulon jemput sang pacar juga belajar ngajar dan belajar software lewat tutorial. Sekarang saya lagi baca buku Three Cups of Tea, kisah nyata tentang seorang pendaki gunung yang berusaha menaklukan gunung tertinggi ke dua didunia di pegunungan Himalaya. Di tengah usaha pendakiannya, dia tersesat dan hampir meninggal karena cuaca yang sangat ekstrim di daerah pegunungan itu. Sampai akhirnya dia di selamatkan oleh sekelompok orang di sebuah desa terpencil, desa yang bahkan tak pernah dilihatnya di peta. Di desa itu dia melihat semangat belajar yang luar biasa pada anak-anak yang tinggal di desa tersebut. Meskipun mereka duduk melingkar, berlutut di tanah yang membeku, dalam udara nan dingin di luar. Melihat keadaan itu dia berkata "Aku akan membangun sebuah sekolah untuk desa ini. Aku berjanji." Tapi posting saya kali ini tidak akan membahas tentang isi buku tersebut, karena saya sendiri belum selesai membacanya.
Kali ini saya akan membahas sedikit tentang ilmu ikhlas. Beberapa hari yang lalu saya menuliskan status di facebook "ternyata belajar ilmu ikhlas itu susah ya...". Ternyata banyak tanggapan yang menurut saya menarik, dan saya putuskan untuk menulisnya di blog. Ada yang menanggapinya dengan guyonan ("lebih susah lg belajar ilmu santet...wkwkwk"), ada yang setuju sama statusku itu, ada juga yang malah memberikan semangat, bahkan ada yang menuliskan hadist yang membahas tentang rasa ikhlas. Dan ada juga yang mengatakan "ikhlas dengan merelakan semua yang terjadi tanpa ada komentar dan... ikhlas sulit di artikan". Kalau menurutku komentar yang terakhir itu sebenarnya sudah menjawab arti ikhlas itu sendiri. Merelakan semua yang terjadi / merelakan sesuatu yang kita cintai tanpa ada komentar. Ikhlas adalah permainan hati, jadi agak susah untuk di deskripsikan secara jelas. Dan seorang sahabat dekat saya juga berkomentar lewat chatting, kalau ikhlas itu kadang harus dipaksain dulu. Saya pikir bener juga. Kadang kita lebih susah mempersiapkan diri untuk bisa ikhlas. Tetapi kalau sesuatu itu sudah terjadi, kita akan lebih mudah untuk bisa mengikhlaskan sesuatu tersebut.
Namun dari sekian banyak komentar, ada satu sahabat yang mencoba menanggapinya lewat chatting, yang menurut saya paling menarik. Bahkan terjadi perdebatan kecil tentang pembahasan ilmu ikhlas. Pertama dia mengatakan "iya po?". Artinya dia mulai meragukan apakah benar ilmu ikhlas itu susah. Ada dua kemungkinan di sini; 1. Dia orang yang selalu istiqomah, sehingga bisa menguasai ilmu ikhlas dengan baik dalam keadaan apapun. 2. Dia tidak mengerti maksud dari status saya tersebut. Saya menulis status itu dari pengalaman saya sendiri, dan juga terinspirasi dari film "Kiamat Sudah Dekat". Di film ini di ceritakan tentang seorang rocker yang mencintai putri seorang kiai. Dalam usaha mendekati putri kiai, si rocker akhirnya belajar agama lebih dalam bersama teman-temannya dan keluarganya. Bahkan yang tadinya tidak bisa sholat jadi bisa sholat, yang tadinya tidak bisa membaca Al-Qur'an jadi bisa membaca Al-Qur'an. Dan akhirnya si rocker ini memberanikan diri untuk menemui sang kiai dan menyatakan berniat untuk melamar putri sang kiai tersebut. Sang kiai hanya mengatakan, "kamu harus menguasai ilmu ikhlas". Dan di akhir cerita, akhirnya putri kiai tersebut di lamar oleh seorang lulusan universitas di Kairo Mesir. Dan si rocker tersebut sangat sedih mendengarnya. Tapi di dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia merasa bahwa putri seorang kiai memang pantas mendapatkan jodoh yang seperti itu (lulusan universitas di Kairo Mesir). Dan dia menyatakan langsung kepada kiai bahwa dia ikhlas melepaskan putri sang kiai untuk dinikahi oleh orang lain yang dia anggap lebih pantas dan lebih baik daripada dirinya. Secara tidak sadar si rocker tersebut telah menguasai ilmu ikhlas itu dengan baik. Dan sang kiai akhirnya memilih si rocker untuk menjadi menantunya. Saya pikir cerita ini sangat memberikan pembelajan kepada kita tentang hakikat ilmu ikhlas. Tidak semua orang bisa menguasai ilmu ikhlas dengan baik ketika di hadapkan pada peristiwa seperti contoh di atas.
Kembali ke sahabat tadi yang meragukan akan susahnya ilmu ikhlas. Kemudian sahabat saya tadi menanyakan, apakah yang di maksud ilmu ikhlas di status saya itu tentang sedekah? Saya jawab; bukan, sedekah menurut saya baru sebagian kecil dari ilmu ikhlas. Mendengar jawaban saya itu sahabat saya itu protes, dia mengatakan, ada tiga amalan yang tidak terputus, yaitu: doa anak yang sholeh, amal jariah (sedekah), dan ilmu yang bermanfaat. Dan jawaban saya tadi seolah-olah sangat meremehkan arti dari sedekah. Maksud dari jawaban saya tadi _"sedekah menurut saya baru sebagian kecil dari ilmu ikhlas"_ itu artinya bahwa banyak orang yang mudah merasa ikhlas untuk melakukan amalan ini, _terlepas dari seberapa banyak dan seberapa sering orang tersebut melakukan sedekah_. Ya meskipun saya yakin ada beberapa orang yang masih berat melakukan sedekah karena penyakit kikir yang sudah kronis, atau melakukan sedekah tetapi mengharapkan sesuatu. Saya mengatakan sedekah baru sebagian kecil dari ilmu ikhlas karena saya melihat sedekah ini dari sudut pandang keikhlasan ketika melakukan amalan tersebut. Bukan meremehkan dari sudut pandang agama.
Yang saya maksud ilmu ikhlas pada status saya di facebook tersebut itu adalah seperti cerita di film kiamat sudah dekat yang saya ceritakan di atas, bukan sedekah. Dan saya tidak pernah meremehkan sedekah itu dari sudut pandang agama. Sedekah itu penting, karena sedekah termasuk amalan yang tidak terputus.