Sabtu, 17 Desember 2011

Jagung sebagai pangan adalahsumber karbohidrat kedua setelahberas

PENDAHULUAN
Jagung sebagai pangan adalahsumber karbohidrat kedua setelahberas. Di samping itu juga digunakanpula sebagai bahan makanan ternak (pakan) dan bahan baku industry (Sudaryanto et al., 1986). Kebutuhan dan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya industri yang menggunakan jagung sebagai bahan baku seperti industri makanan dan pakan ternak. Peningkatan produksi yang telah dicapai melalui perluasan areal tanam dan perbaikan teknologi produksi ternyata belum mampu untuk mengimbangi kebutuhan dan konsumsi jagung di dalam negeri, Tanaman jagung umumnya tidak toleran terhadap kemasaman tanah yang tinggi. Hasil penelitian Fox (1979)
disimpulkan bahwa kejenuhan Al merupakan parameter yang lebih tepat untuk memperkirakan pengurangan hasil jagung pada tanah masam. Tanaman jagung akan di bawah 90 % dari maksimum apabila kejenuhan Al melebihi 12 %. Bila kejenuhan Al > 40% pertumbuhan tanaman jagung akan 116 Indrasari & Syukur. Pertumbuhan jagung pada Ultisol yang dikapur 117 menurun secara tajam (Kamprath and Foy, 1997).Dilihat dari luasannya, Ultisol memiliki potensi untuk pengusahaan pengembangan tanaman jagung. Namun pemanfaatan Ultisol untuk budidaya jagung menghadapi berbagai kendala, seperti rendahnya tingkat kesuburan dan pH serta tingginya kejenuhan Al. Tanah ini juga rendah dalam kandungan unsur hara makro seperti P, N, K, Mg dan kandungan unsur hara mikro seperti Zn, Mo dan Pb (Notohadiprawiro, 1990; Bell and Edwards, 1999). Pengapuran untuk mengatasi pengaruh buruk oleh kemasaman tanah
yang tinggi merupakan salah satu cara yang sudah lama dikenal dan diterapkan. Dengan tindakan ini, kemasaman tanah diturunkan sampai tingkat yang tidak membahayakan bagi pertumbuhan tanaman. Radjagukguk (1983) mengemukakan bahwa reaksi kapur di dalam tanah secara sederhana sebagai berikut : 3 CaCO3 + 3 H2O   3 Ca++ + 3HCO3- + 3 OH-
Al3+ + 3 OH-   Al(OH)3 (mengendap) Al3+ yang berasal dari larutan tanah akan bereaksi dengan OH- dari reaksi bahan kapur sehingga membentuk endapan Al(OH)3. Dengan demikian pemberian bahan kapur mengakibatkan pengendapan Al dalam bentuk Al(OH)3 dan pada saat yang sama pH akan meningkat. Dengan demikian keracunan Al dapat teratasi sehingga pertumbuhan akar tanaman akan baik. Pengapuran dalam jumlah berlebihan tidak diperlukan dalam menanggulangi masalah keracunan Al pada tanah mineral tropika, pH cukup dinaikkan sampai mencapai pH ± 5,5 karena pada kondisi ini Al praktis sudah ternetralisasi. Kemasaman tanah dianggap sebagai parameter yang
paling kritis dalam pengaturan ketersediaan unsur hara mikro (Sims, 1986). Ketersediaan unsur hara mikro (Cu dan Zn) dalam larutan tanah relative tinggi pada pH yang rendah, dan kebanyakan kation ini berada dalam bentuk yang dapat dipertukarkan dan dalam fraksi organik (Sims and Patrick, 1978). Pengapuran juga mempengaruhi ketersediaan unsur hara mikro seperti Fe, Mn, Cu dan Zn. Penambahan kapur dapat menurunkan kelarutan unsure mikro karena terjadi peningkatan pH, yang menyebabkan terjadinya pengendapan unsur mikro tersebut. Pengapuran yang berlebihan dapat menyebabkan tanaman mengalami kekurangan unsur mikro, terutama Fe, Mn, Cu dan Zn karena peningkatan nilai pH tanah mengakibatkan bentuk kation berubah menjadi hidroksida yang tidak larut (Nyakpa et al., 1988). Peningkatan
pH dapat meningkatkan muatan negative pada mineral lempung yang bermuatan
tidak tetap. Peningkatan muatan negative ini akan meningkatkan kapasitas jerapan kation sehingga mampu menjerap kation dalam jumlah yang lebih banyak. Proses pengendapan dan
jerapan ini akan mengurangi konsentrasi unsur mikro dalam larutan tanah. Bahan organik tanah merupakan suatu sistem yang komplek dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan yang dipengaruhi factor biologi, fisika dan kimia tanah (Kononova, 1966). Bahan organik dapat berasal dari sisa tanaman, hewan seperti dalam bentuk pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan sebagainya.
Pupuk kandang sebagai sumber bahan organik tanah mempunyai kandungan hara yang berbeda-beda tergantung dari macam hewan, umur hewan, 118 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006) macam makanan, perlakuan dan penyimpanan pupuk sebelum dipakai (Buckman and Brady, 1982). Penambahan bahan organik juga dapat meningkatkan kapasitas jerapan karena berbagai gugus fungsional yang dimilikinya. Penelitian McGrath et al .,
(1988) cit. Salam et al., (1997) memperlihatkan bahwa pada pH yang sama, kelarutan Cu lebih rendah di tanah dengan kandungan bahan organik tinggi daripada di tanah dengan kandungan bahan organik rendah. Ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik di dalam tanah dapat
menurunkan ketersediaan unsur hara mikro. Setiap kation dari unsur hara mikro dapat berkombinasi dengan senyawa organik. Senyawa organic yang bereaksi dengan kation-kation tersebut terdiri dari protein, asam amino, penyusun humus dan asamasam seperti sitrat dan tartrat. Reaksi kombinasi antara kation-kation ini dengan senyawa organik disebut kelasi, sedangkan senyawa komplek hasil bentukannya disebut kelat. Senyawa kelat disamping sebagai pemasok unsure hara mikro, juga melindungi dari pengendapan unsur tersebut misalnya
oleh ion hidroksil (OH) (Nyakpa et al.1988).
BAHAN DAN METODE
Bahan


Penelitian dilaksanakan dengan
percobaan pot di rumah kaca Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian UGM. Tanah
ultisol diambil dari Jasinga, Jawa Barat,
pada beberapa tempat sedalam 0 – 20
cm lalu dicampur (contoh tanah
komposit). Sebagai tanaman indikator
digunakan jagung varietas Arjuna.
Pupuk kandang yang dipakai untuk
perlakuan adalah pupuk kandang sapi
sedang untuk pengapuran digunakan
CaCO3. Untuk mencukupi kebutuhan N,
P, K, Mg, Mo dan B diberikan pupuk
basal seperti tertera pada Tabel 1.
Contoh tanah dan pupuk kandang
dikeringanginkan, ditumbuk dan
selanjutnya disaring dengan ayakan
berdiameter 2 mm. (untuk tanah 1 dan
0,5 mm untuk pupuk kandang).
Metode
Percobaan pendahuluan
Percobaan pendahuluan
dilakukan untuk menentukan takaran
kapur dan lama inkubasi yang akan
dipakai. Takaran kapur terpilih adalah
takaran kapur pada saat kejenuhan
aluminium ± 10 %. Dalam percobaan
ini 500 g contoh tanah dicampur
dengan kapur sesuai takaran perlakuan
dan selanjutnya diinkubasikan dalam
kondisi kapasitas lapangan. Tiap
minggu diamati Al-dd, pH H2O, pH KCl
dan kejenuhan Al-nya. Berdasarkan
hasil penelitian pendahuluan, takaran
kapur 0 dan 16,63 t/ha dan lama
inkubasi 5 minggu dipakai untuk
percobaan selanjutnya.
Percobaan rumah kaca
Contoh tanah seberat 6 kg
dicampur merata dengan kapur, unsur
hara mikro dan bahan organik sesuai
takaran perlakuan, dimasukkan dalam
pot dan diinkubasikan selama 5 minggu
dalam kondisi kapasitas lapangan,
setelah lama inkubasi selesai, campuran
tanah tersebut dicampur dengan pupuk
basal sesuai takaran perlakuan dan
diinkubasikan selama 3 hari dalam
kondisi kapasitas lapangan. Pada akhir
inkubasi sebagian tanah diambil untuk
dianalisa dan sisanya dalam pot
ditanami jagung sebanyak 3 biji per pot.
Setelah tanaman tumbuh baik (± 7 hst)
diadakan penjarangan dengan
menyisakan 1 tanaman yang terbaik
pada setiap pot. Pemanenan dilakukan
pada fase vegetatif maksimun, yaitu
Indrasari & Syukur. Pertumbuhan jagung pada Ultisol yang dikapur 119
pada saat ± 15 % tanaman jagung
berbunga (± 52 hst). Selama
pertumbuhan tanaman dijaga dari
serangan gulma, hama dan penyakit
dan kondisi kapasitas lapangan
dipertahankan dengan menambah air
sebesar air yang hilang akibat
evapotranspirasi. Pada saat panen
ditimbang berat segar dan berat kering
trubus maupun akar. Pada saat
keluarnya bunga betina (silking phase)
diambil daun ke 5, 6 dan 7 untuk
penentuan Cu, Zn, Fe, Mn jaringan.
Rancangan percobaan
Percobaan menggunakan
rancangan percobaan acak lengkap
faktorial, terdiri atas 3 faktor. Faktor
pertama adalah 3 aras pupuk kandang
sapi yaitu 0 t/ha (B0), 15 t/ha (B1) dan
30 t/ha (B2). Faktor kedua adalah 3 aras
unsur hara mikro yaitu tanpa unsur
hara mikro (M0), 14 kg/ha unsur hara
mikro (M1) dan 28 kg/ha unsur hara
mikro (M2). Unsur hara mikro yang
dipakai adalah Fe2(SO4)3 7H2O,
MnSO4.H2O, ZnSO4.7H2O dan
CuSO45H2O. Faktor ketiga adalah 2 aras
takaran kapur (CaCO3) yaitu 0 t/ha (K0)
dan 16,63 t/ha (K1). Perlakuan diulang
3 kali.
Tabel 1. macam dan takaran pupuk basal
yang digunakan dalam percobaan
Takaran pupuk
Jenis pupuk kg/
ha
mg/kg
tanah
mg/
pot
NH4NO3 260 87,0 522
KH2PO4 400 133,3 800
KCl 100 33,3 200
MgSO4.7H2O 120 40 240
(NH4)6Mo7O242H2O 0,5 0,17 1
NaB4O710H2O 0,5 0,17 1
Analisa data
Data hasil analisa maupun
pengamatan dianalisa dengan ANOVA
dan DMRT 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik tanah dan pupuk
kandang
Tabel 2 menunjukkan bahwa
Ultisol yang dipakai untuk penelitian
kandungan Al-ddnya tinggi, kationkation
basa tertukar rendah sampai
sedang sehingga kejenuhan Al-nya
sangat tinggi dan pH-nya sangat
masam. Tekstur tanah lempung dan
kandungan bahan organik sedang
sehingga KPK-nya berharkat sedang.
Kandungan P, Zn dan Cu tersedia
sangat rendah sedangkan Fe dan Mn
tinggi. Kualitas tanah ini perlu
ditingkatkan, antara lain dengan
penambahan kapur atau bahan organik.
Pemberian kapur akan meningkatkan
pH, KPK dan menurunkan Al-dd,
kejenuhan Al dan Fe maupun Mn
tersedia.
Tabel 2. Karakteristik Ultisol dan pupuk
kandang
Parameter Tanah Pupuk
kandang
Fraksi (%)
- lempung 58
- debu 28
- pasir 14
Kelas tekstur Lempung
KPK (Cmol (+)Kg-1 17,88 58,12
pH H2O 4,3 7,1
pH KCl 3,6
Al-dd (Cmol (+)Kg-1 10,66
C organik (%) 2,64 23,45
Bahan organik 4,55 40,43
Kation basa tertukar
(Cmol (+)Kg-1
Ca 2,38
Mg 1,17
K 0,23
Na 0,51
Kejenuhan Al (%) 75,02
P tersedia (ppm) 2,07
Unsur mikro tersedia (ppm)
Fe 34,1 8675,12
Mn 9,10 696,27
Zn 0,21 234,55
Cu 0,19 99,25
N total (%) 1,22
C/N 19
120 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006)
Data pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa pupuk kandang sapi yang
dipakai potensial untuk meningkatkan
kualitas tanah tersebut karena
mempunyai kandungan bahan organik
dan KPK cukup tinggi, bereaksi netral,
cukup terombak dan mengandung
unsur Fe, Mn, Zn dan Cu.
Pengaruh pupuk kandang sapi dan
kapur
Tabel 3 menunjukkan bahwa
pemberian pupuk kandang sapi sampai
dengan 30 t/ha masih meningkatkan
kandungan bahan organik, Zn jaringan
tanaman, berat segar maupun berat
kering akar. Pemberian kapur 16,63
t/ha nyata menurunkan Zn jaringan
tanaman tetapi nyata meningkatkan
berat kering trubus, berat segar
maupun berat kering akar (Tabel 5).
Pengaruh interaksi pupuk kandang
sapi dan unsur hara mikro
Tabel 6 menunjukkan bahwa
pengaruh takaran pupuk kandang
terhadap Cu tersedia nyata pada M1 dan
M2. pemberian pupuk kandang
menurunkan Cu tersedia. Nilai tertinggi
dicapai pada tanpa pemberian pupuk
kandang. Pemberian unsur hara mikro
sampai 28 kg/ha masih meningkatkan
Cu tersedia baik pada B0, B1 maupun B2.
Pemberian pupuk kandang nyata
berpengaruh terhadap Mn jaringan
tanaman pada M0 dan M2. Data
menunjukkan milai tertinggi dicapai
pada takaran pupuk kandang 15 t/ha.
Pemberian unsur hara mikro sampai 28
t/ha masih meningkatkan Mn jaringan
tanaman pada B2, sedang pada B0 nilai
tertinggi dicapai pada takaran 14 kg/ha.
Pada B1 pemberian unsur hara mikro
tidak berpengaruh nyata.
Tabel 3. Pengaruh takaran pupuk kandang sapi
Takaran pupuk kandang sapi (t/ha) Parameter
0 (B0) 15 (B1) 30 (B2)
Bahan organik (%) 4,78 b 5,40 a 5,31 a
Zn jaringan tanaman (ppm) 10,1 b 11,6 ba 13,2 a
Berat segar akar (g) 3,35 b 3,91 ab 4,58 a
Berat kering akar (g) 1,87 b 2,38 a 2,53 a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut
pengujian DMRT 5 %.
Tabel 4. Pengaruh takaran unsur hara mikro
Takaran unsur hara mikro (kg/ha) Parameter
0 (M0) 14 (M1) 28 (M2)
Zn jaringan tanaman (ppm) 10,8 b 11,0 B 13,2 a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut
pengujian DMRT 5 %.
Tabel 5 Pengaruh takaran kapur
Takaran kapur (g/pot) Parameter
0 (K0) 16,63 (K1)
Zn jaringan tanaman (ppm) 15,8 a 7,5 a
Berat kering trubus (g) 7,58 b 13,86 a
Berat segar akar (g) 2,53 b 5,37 a
Berat kering akar (g) 1,77 b 2,76 a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut
pengujian DMRT 5 %.
Indrasari & Syukur. Pertumbuhan jagung pada Ultisol yang dikapur 121
Pemberian pupuk kandang
sampai 30 t/ha masih meningkatkan
berat segar maupun berat kering trubus
pada M0 dan M1, sedang pada M2
pengaruh pupuk kandang terhadap
parameter tersebut tidak nyata.
Pengaruh pemberian unsur hara mikro
terhadap berat segar maupun berat
kering trubus hanya nyata pada B2, nilai
tertinggi parameter tersebut dicapai
pada takaran unsur hara mikro 14
kg/ha.
Pengaruh interaksi pupuk kandang
sapi dan kapur
Pada Tabel 7 dapat ditunjukkan
bahwa pengaruh takaran pupuk
kandang terhadap Al-dd, kejenuhan Al,
Cu tersedia dan Mn tersedia hanya
nyata pada K0 (tanpa dikapur). Data
menunjukkan bahwa pemberian pupuk
kandang menurunkan parameterparameter
tersebut. Terhadap Mn
jaringan tanaman, pemberian pupuk
kandang 15 t/ha meningkatkan
parameter tersebut pada K1 tetapi
menurunkan parameter tersebut pada
K0.Pemberian kapur 16,63 t/ha
CaCO3 nyata menurunkan Al-dd,
kejenuhan Al dan berat segar trubus
baik pada B0, B1 maupun B2. Untuk
parameter Mn jaringan dan berat kering
trubus pengapuran nyata menurun
parameter tersebut pada B0 tetapi tidak
berpengaruh nyata pada B1 dan B2.



Pengaruh interaksi unsur hara
mikro dan kapur
Tabel 8 menunjukkan bahwa
pemberian pupuk kandang sampai 30
t/ha pada tanah yang tidak dikapur
masih nyata meningkatkan Cu tersedia,
Mn tersedia dan Mn jaringan tetapi
tidak berpengaruh nyata terhadap berat
segar trubus. Pada tanah yang diberi
kapur 16,63 t/ha CaCO3 pemberian
pupuk kandang sampai 30 t/ha masih
nyata meningkatkan Cu tersedia,
menurunkan berat segar trubus bila
dibandingkan dengan takaran 15 t/ha.
Pemberian 16,63 CaCO3 nyata
menurunkan Mn tersedia dan nyata
meningkatkan berat segar trubus, baik
pada M0, M1 maupun M2. Pengapuran
tersebut nyata menurunkan Cu tersedia
pada M1 dan M2 tetapi tidak
berpengaruh nyata pada M0.
Pengapuran tersebut nyata menurunkan
Mn jaringan hanya pada M1 sedangkan
pada M0 dan M2 tidak berpengaruh
nyata.
KESIMPULAN
1. Terjadi interaksi antara pupuk kandang, takaran kapur dan unsure hara mikro dalam mempengaruhi
parameter-parameter yang diamati. Pemberian pupuk kandang dan kapur menurunkan ketersediaan maupunkonsentrasi unsur hara mikro di jaringan, meningkatkan berat basah dan berat kering akar maupun trubus. Pengapuran menurunkan Al-dd dan kejenuhan Al tetapi meningkatkan KPK maupun pH tanah. Pemberian unsur hara mikro meningkatkan unsure hara mikro baik ketersediaan dalam tanah maupun konsentrasinya dalam jaringan tanaman.
2. Dilihat dari berat segar maupun berat kering trubus, kombinasi yang terbaik adalah B2M1 dan M1K1.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, L. C. and D. G. Edwards. 1991. Soil Acidity and It’s Amelioration.Dalam : Asia Land Management Acid Soils. IBRAM’S TrainingWorkshop. Thailand. H 1 – 23 h.
Buckman, H. O., and N. C. Brady. 1982.Ilmu Tanah. TerjemahanSoegiman. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter. Pergamon Press LTD. Oxford.
Notohadiprawiro, T. 1990. Farming Acid Mineral Soils for Food Crops : an Indonesian Experience. Dalam :E. T. Craswell and E. Pusparajah(eds). Management of Acid Soils in the Humid Tropics of Asia.
ACIAR. Monograph. No. 13: 62-68.
Nyakpa, Yusuf., A. M. Lubis, M. A.Pulung, G. Amran, A. Munawar,Go Ban Hong. 1988. Kesuburan
Indrasari & Syukur. Pertumbuhan jagung pada Ultisol yang dikapur 123Tanah. Universitas Lampung.Lampung.
Radjagukguk, B. 1983. Masalah Pengapuran Tanah Mineral Masam di Indonesia. Makalah Seminar Masalah Tanah Mineral Masam di Indonesia. Fakultas Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Salam, A. K., S. Djuniwati, Sarno, J.T.Harahap. 1997. Kapur dan Kompos Daun Singkong Meningkatkan Kelarutan Tembaga dan Seng Asal Limbah Industri di Tanah Andisol dari Gisting Lampung. Jurnal TanahTropika No. 4 : 123 – 131.
Sims, J. T. 1986. Soil pH Effect on the Distribution and Plant Availability of Manganese, Copper and Zinc.Soil Sci Soc Am J. Vol 50 : 367-373.
Sims, J. T. and H. Patrick. 1978. The Distribution of Micronutrient Cations in Soil under Condition of Varying Redox Potensial and pH. Soil Sci Soc Am J. Vol 42 : 258-262.
Tisdale, S. L, W. L. Nelson and J. D.
Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizers. MacMillan Publishing Company. New York.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar