Rabu, 14 Desember 2011

FERMENTASI JERAMI PADI SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA


MAKALAH BIOTEKNOLOGI
FERMENTASI JERAMI PADI SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Dosen Pengampu : Praptining Rahayu, M.Pd



 







Disusun oleh :
1.      Emy setyowati      (08320306)
2.      Kribut dawaryo     (08320318)
3.      Tri Mulyani           (08320334)
Kelompok  8 / 7H




JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Ternak ruminansia (pemamah biak) meliputi sapi, kerbau, kambing, dan domba secara alami membutuhkan hijauan berupa rumput dan daun-daunan. Hijauan merupakan bahan pakan yang penting bagi ternak ruminansia.
Ketersediaan bahan pakan hijauan ini sangat dipengaruhi oleh faktor musim, dimana pada musim penghujan tersedia dalam jumlah banyak dan berlimpah sedangkan pada musim kemarau ketersediaan sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya peternak memberikan sisa-sisa pertanian seperti jerami.
Hasil pemanenan padi berupa jerami padi tidak banyak dimakan ternak, biasanya ditumpuk dibiarkan mengering. Kalaupun diberikan kepada pada ternak hanya sedikit yang dimakan karena kurang disukai ternak sehingga setelah pemanenan padi,  jerami ditumpuk dan dibiarkan mengering. Jerami padi belum dimanfaatkan secara luas untuk ternak ruminansianya.
Kendala utama dari pemanfaatan jerami padi sebagai salah satu bahan pangan ternak adalah kandungan serat kasar tinggi dan kandungan protein serta kecernaan yang rendah. Penggunaan jerami secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi pasukan nutrisi yang dibutuhkan ternak.
Adanya faktor pembatas pada jerami padi dengan nilai gizi yang rendah yaitu rendahnya kandungan protein kasar, tingginya serat kasar, lignin, silika (Ranjhan, 1977) serta rendahnya kecernaan (Djajanegara, 1983). Untuk itu, jerami padi perlu ditingkatkan nilai nutrisinya dengan melakukan pengolahan, baik fisik, kimia, maupun biologis.
Agar limbah pertanian berupa jerami padi dapat digunakan secara luas pada ternak ruminansia dalam mengatasi kendala-kendala penyediaan bahan pakan ternak pada musim kemarau dan pemanfaatan limbah yang berlimpah maka perlu dilakukan suatu upaya peningkatan daya guna dari limbah tersebut melalui suatu teknologi pakan yang tepat guna. Salah satu teknologi pakan tepat guna yang dilakukan dalam pengolahan bahan pakan ternak adalah bioteknologi melalui fermentasi.

B.  Permasalahan
Ternak ruminansia selalu membutuhkan nutrisi dari hijauan berupa dedaunan atau rumput. Tetapi ketika musim kemarau hijauan tersebut cukup sulit untuk disediakan sebagai penggantinya peternak memberikan jerami sebagai pakan. Akan tetapi jerami memiliki kandungan protein yang rendah dan sulit dicerna. Bagaimanakah caranya agar jerami ini dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan kandungan nutrisi yang tinggi?

C.  Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui solusi dalam pemecahan masalah peningkatan nilai nutrisi limbah pertanian (jerami padi) sebagai bahan pakan ternak dengan melakukan pengolahan jerami padi secara bioteknologi melalui fermentasi.

D.  Manfaat Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang nilai tambah jerami dan pengetahuan yang luas kepada masyarakat  tentang cara meningkatkan nutrisi jerami yang digunakan sebagai makanan ternak melalui fermentasi.









BAB II
PEMBAHASAN

1.    Bahan Pakan Ternak Ruminansia
Ternak ruminansia (pemamah biak) meliputi sapi, kerbau, kambing, dan domba mempunyai peranan yang sangat strategis bagi kehidupan ekonomi petani di pedesaan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan gizi ternak perlu diperhatikan melalui pemberian bahan pakan sesuai kebutuhan hidupnya.
Kandungan gizi makanan ternak sangat tergantung pada bahan hijauan yang diberikan. Hijauan yang diberikan berupa rumput alam, rumput lapangan, rumput tanam (rumput unggul), hijauan kacang-kacangan (kaliandra, lamtoro, gamal, turi, dll.) dan hijauan limbah pertanian (batang ubi jalar, jerami padi, jerami kacang- kancangan, dll.). Kandungan protein hijauan kacang-kacangan sebesar 21%, rumput lapangan dan rumput unggul sebesar 10,20% (Rukmana, 2005), sedangkan hijauan limbah pertanian (jerami padi) kandungan proteinnya 3,6% (Komar, 1984).
Jerami merupakan salah satu bahan pakan ternak yang mutunya rendah karena mengandung sellulosa (silika dan lignin) yang sulit ditembus oleh getah pencernaan sehingga menyebabkan kecemaan rendah.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton per hektar satu kali panen atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Soekoharto (1990) menyatakan bahwa jerami padi adalah bagian tanaman padi yang sudah diambil buahnya, di dalanmya  termasuk batang, daun, dan merang. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50 % dari produksi gabah kering panen.
Menurut Tilman dkk. (1991) jerami termasuk makanan kasar (roughate) yaitu bahan makanan yang berasal dari limbah pertanian/tanaman yang sudah  dipanen. Bila ditinjau dari kandungan nutrisinya, jerami memiliki kandungan protein dan daya cerna yang rendah, namun di dalamnya memiliki sekitar 80% zat-zat potensial yang dapat dicerna sebagai sumber energi bagi ternak (Komar, 1984).
Kandungan protein yang rendah dengan daya cerna yang hanya 40% menyebabkan rendahnya konsumsi bahan kering (kurang dari 2% berat badan ternak). Hal ini jelas, tanpa penambahan konsentrat tidak mungkin dapat meningkatkan produksi ternak, bahkan mungkin dapat menurunkan produksi.
Kendala lain yang mempengaruhi kualitas jerami adalah tingginya kandungan lignin dan silika sehingga menyebabkan daya cerna ransum jadi rendah (Komar, 1984). Kandungan lignin, sellulosa, hemisellulosa mempengaruhi kecernaan makanan dan diketahui bahwa antara kandungan lignin dan kecernaan bahan kering berhubungan sangat erat terutama pada rumput-rumputan (Jaffar dan Hassan, 1990).
Lignin dan selulosa sering membentuk senyawa lignoselulose dalam dinding sel tanaman dan merupakan suatu ikatan yang kuat (Sutardi, 1980). Ditambahkan Djajanegara (1986), kecernaan serat pakan bukan hanya ditentukan oleh kandungan lignin tetapi juga ditentukan oleh ikatan lignin dengan gugus karbohidrat lainnya. Kadar serat yang tinggi dapat mengganggu pencernaan zat-zat lainnya, akibatnya tingkat kecernaan menjadi menurun (Lubis, 1963).
Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan kecuali pada temak ruminansia yang mempunyai mikroorganisme selulolitik dalam rumennya. Mikroba tersebut dapat mencema selulosa dan memungkinkan hasil akhir dari pencernaan bermanfaat bagi ternak tersebut. Pada proses pencernaan selulosa tersebut banyak energi yang hilang. Dengan demikian, zat makanan tersebut memiliki nilai gizi yang rendah dibanding zat pati yang mudah dicerna (Anggorodi, 1979). 

2.    Pengolahan Bahan Pakan Ternak
Pemanfaatan jerami secara langsung sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada ternak. Hal ini dapat menurunkan produktivitas ternak. Pasokan protein dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhan dan meningkatkan populasi optimum untuk proses degradasi serat bahan pangan dalam rumen. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan suatu pengolahan yang sesuai sehingga bahan pakan ligniselulosik memiliki kualitas yang cukup sebagai pakan ternak ruminansia.
Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan potensial serat kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada pakan yang berkualitas rendah dapat dilakukan melalui proses kimia, fisik, dan biologis (Hungate, 1966).
Perlakuan fisik berupa pemotongan, penggilingan, peleting, penghancuran, dan lain-lain. Perlakuan biologis dengan menggunakna jamur (fungi). Proses kimiawi pencernaan limbah-limbah pertanian dapat ditingkatkan dengan penambahan alkali dan asam (Pigden dan Bender, 1978). Walker dan Kohler (1978) menyatakan bahwa perlakuan-perlakuan kimia yang telah dicoba diteliti antara lain terdiri atas perlakuan NaOH, KOH, Ca(OH) , dan urea.

3.    Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi
Bioteknologi merupakan suatu bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut aplikasi praktis organisme hidup atau komponen subselulernya pada industri jasa dan manufaktur serta pengelolaan lingkungan. Bioteknologi memanfaatkan bakteri, kapang, ragi, alga, sel tumbuhan atau sel jaringan hewan yang dibiakkan sebagai konstituen berbagai proses industri. Bioteknologi mencakup proses fermentasi, pengelolaan air dan sampah, sebagian teknologi pangan dan berbagai penerapan baru mulai dari biomedis hingga daur ulang logam dari batuan miner berkualitas rendah. Proses bioteknologi dapat dibagi dua jenis yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional yaitu proses bioteknologi yang terjadi pada suatu makanan atau bahan pakan dengan cara menambahkan suatu enzim atau mikroorganisme tertentu sehingga terjadi perubahan fisik, penampilan, dan rasa akibat proses biologis dalam bahan (Pilliang, 1997).


Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim
dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976) dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno, dkk., 1980).
Harker (1992) menyatakan kegunaan enzim di dalam pakan diantaranya:
1.    Memecah atau mengurangi keeratan ikatan yang terjadi antar serat jaringan pakan sehingga menambah energi
2.    Merusak molekul antinutrisi yang mungkin terdapat pada pakan sehingga lebih banyak pakan yang dapat digunakan yang berarti meningkatkan nilai gizi
3.    Membantu pencernaan ternak atau hewan yang masih kecil (yang sistem pencernaannya belum sempurna)
4.    Menurunkan jumlah ekskresi kotoran sehingga menurunkan polusi
Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri, khamir, dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan lebih berdasarkan pada komposisi media, teknik proses, aspek gizi, dan aspek ekonomi (Tannenbeum, dkk., 1975). Bahkan dewasa ini mikroba sebagai probiotik dengan berbagai merk dagang dapat diperoleh dengan mudah.
Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya: starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain).
Hasil penelitian Syamsu (2006) mengambarkan bahwa komposisi nutrisi jerami padi yang telah difermentasi dengan menggunakan starter mikroba (starbio) sebanyak 0,06% dari berat jerami padi, secara umum memperlihatkan peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak difermentasi. Selanjutnya dikatakan kadar protein kasar jerami padi yang difermentasi mengalami peningkatan dari 4,23 % menjadi 8,14% dan diikuti dengan penurunan kadar serat kasar. Hal ini memberikan indikasi bahwa starter mikroba yang mengandung mikroba proteolitik yang menghasilkan enzim protease dapat merombak protein menjadi polipeptida yang selanjutnya menjadi peptida sederhana.      
 Selanjutnya Syamsu (2006) menyatakan bahwa penggunaan starter mikroba menurunkan kadar dinding sel (NDF) jerami padi dari 73,41% menjadi 66,14%. Dengan demikian dapat diduga bahwa selama fermentasi terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi. Mikroba lignolitik dalam starter mikroba membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase. Fenomena ini terlihat dengan menurunnya kandungan selulosa dan lignin jerami padi yang difermentasi. Menurunnya kadar lignin menunjukkan selama fermentasi terjadi penguraian ikatan lignin dan hemiselulosa. Lignin merupakan benteng pelindung fisik yang menghambat daya cerna enzim terhadap jaringan tanaman dan lignin berikatan erat dengan hemiselulosa. Dilain pihak, dengan menurunnya kadar NDF menunjukkan telah terjadi pemecahan selulosa dinding sel sehingga pakan akan menjadi lebih mudah dicerna oleh ternak.

4.    Proses Pembuatan fermentasi
Proses pembuatan jerami padi fermentasi mengikuti prosedur yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Pada tahap pertama, jerami padi yang sudah dikumpulkan ditumpuk dengan ketebalan kurang lebih 20 cm kemudian ditaburi probion dengan takaran masing-masing sebanyak 2,5 kg untuk setiap ton jerami padi segar. Tumpukan tersebut diulang kembali sampai ketinggian sekitar 2 – 3 m. Tumpukan didiamkan selama 3 minggu agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik. Setelah itu jerami padi sudah bisa diberikan pada ternak. Untuk penyimpanan jerami padi agar lebih tahan lama, dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari dan diangin-anginkan sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang juga terlindung.
Hasil fermentasi jerami yang baik ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Ø Baunya agak harum
Ø Warnanya kuning agak kecoklatan
Ø Teksturnya lemas (tidak kaku)
Ø Tidak busuk dan tidak berjamur

5.    Penyajian ke Ternak
Ø  Jerami yang telah difermentasikan dengan diangin-anginkan dapat langsung diberikan ke ternak. Jumlah pemberiannya sama dengan pemberian hijauan pakan yaitu sebesar 10% dari bobot badan.
Ø  Untuk ternak yang belum terbiasa dengan fermentasi, perlu dilatih yaitu dengan mempuasakannya beberapa saat. Kemudian baru diberi jerami hasil fermentasi.

6.    Keuntungan Jerami Fermentasi
Beberapa keuntungan penggunaan jerami fermentasi sebagai pakan diantaranya adalah :
1. Dapat mengurangi biaya pakan.
2. Dapat meningkatkan produksi ternak karena kualitas nutrisi meningkat.
3. Penggunaan pakan dan tenaga kerja lebih efisien.
4. Lingkungan kandang lebih sehat dan nyaman, karena kotoran ternak yang dihasilkan lebih sedikit, kering dan tidak berbau.

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1.    Limbah pertanian berupa jerami padi sangatlah potensial bila dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak ruminansia.
2.    Untuk meningkatkan pemanfaatan jerami padi sebagai bahan pakan ternak perlu dilakukan pengolahan yang tepat guna berupa bioteknologi melalui fermentasi.
3.    Penggolahan jerami padi secara bioteknologi melalui fermentasi memiliki keunggulan antara lain bahan pakan (jerami) yang difermentasi memiliki kandungan nutrisi yang dihasilkan lebih tinggi dibanding tanpa fermentasi (meningkatkan protein dan menurunkan serat kasar) dan memiliki sifat organoleptis (bau harum, asam) sehingga lebih disukai ternak.

B.  SARAN
Pemanfaatan jerami padi melalui fermentasi sebagai pakan ternak ruminansia dapat mengurangi jumlah produksi limbah pertanian dan sebagai alternatif yang bisa memecahkan persoalan mengenai pakan saat musim kemarau, sehingga cara ini harus di sosialisasikan pada masyarakat khususnya peternak dan petani yang umumnya memiliki pengetahuan yang rendah tentang fermentasi jerami.



DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2002. Integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Anggorodi. R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia.
Djajanegara, A. 1983. Tinjauan Ulang Mengenai Evaluasi Suplemen pada Jerami Padi. Prosiding Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk Makanan Ternak. Bandung: Lembaga Kimia Nasional LIPI.
Djajanegara. A. 1986. "Intake and Digestion of Cereal Straws by Sheep". Thesis. Melbourne: University of Melbourne
Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academic Press.
Jafar. M.D. and A. Hasan. 1990. Optimum Steaming Condition of OPF for Feed Utilization Processing and Utilization of Oil Palm by Products for Ruminant. Mardi-Tare Collaborative Study. Malaysia.
Komar.A. 1984. Teknologi Penggolahan Jerami Sebagai Bahan Makanan Ternak. Bandung: Dian grahita.
Lubis, D.A. 1963. Ilmu Makana Ternak. Jakarta: Pembangunan.
Pigden. W.J. and F. Bender. 1978. Utilization of Lignocellulosic by ruminant. World. Anim. Rev. 12 : 30-33.
Preston. T.R. and R.A.Leng. 1987. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in the Tropic and Sub-Tropic. International Colour Production. Stanthorpe, Queensland, Australia.
Ranjhan. S.K. 1977. Animal Nutrition and Feeding Practice in India. New Delhi: Vikan Pub.House PVT Ltd.
Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius: Yogyakarta.
Sutardi.T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fak. Pertanian IPB. Bogor.
Syamsu.J.A. 2006. Kajian Penggunaan Starter Mikroba Dalam Fermentasi Jerami Padi Sebagai Sumber Pakan Pada Peternakan Rakyat di Sulawesi Tenggara. Disampaikan dalam Seminar Nasional Bioteknologi. Puslit Bioteknologi LIPI: Bogor.
Tannenbaum. S.R. and D.LC. Wang. 1975. Single-cell Protein IT. London: The Massachussetts Institute of Technology Press.
Tillman, A.D. dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Walker. H.G. and G.O.Kohler, 1978. Treated and Untreated Cellulosic Wastesand Animal Feeds. Recents Work interaksi the United States of America.
Winarno. F.G. dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi clan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung.






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar