Jumat, 16 Desember 2011

Apa itu Vaksin?
Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang berfungsi untuk meningkatkan imunitas atau sistem kekebalan pada tubuh terhadap virus. Terbuat dari virus yang telah dilemahkan dengan menggunakan bahan tambahan seperti formaldehid, dan thymerosal.
Jenis vaksinasi yang ada antara lain vaksin hepatitis, polio, rubella, BCG, DPT, Measles Mumps Rubella (MMR). Di Indonesia sendiri praktik vaksinasi yang dilakukan terutama pada bayi dan balita adalah hepatitis B, BCG, Polio, dan DPT. Selebihnya seperti vaksinasi MMR bersifat tidak wajib. Sedangkan, vaksinasi terhadap penyakit cacar air (smallpox) termasuk vaksinasi yang tidak dilakukan di Indonesia.
 Vaksin dan Tinjauan Kehalalannya
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang dilakukan bulan agustus tahun kemarin sempat bermasalah di beberapa wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Banten yang menolak pemberian vaksin karena diragukan kehalalannya.
Memang kalau kita telaah lebih lanjut, masih banyak jenis vaksin yang bersumber dari bahan-bahan yang diharamkan. Seorang pakar dari Amerika mengatakan bahwa vaksin polio dibuat dari campuran ginjal kera, sel kanker manusia, serta cairan tubuh hewan tertentu termasuk serum dari sapi, bayi kuda, dan ekstrak mentah lambung babi. Selain itu, beberapa vaksin juga diperoleh dari aborsi janin manusia yang sengaja digugurkan. Vaksin untuk cacar air, Hepatitis A, dan MMR diperoleh dengan menggunakan fetall cell line yang diaborsi, MRC-5, dan WI-38. Vaksin yang mengandung MRC-5 dan WI-38 adalah beberapa vaksin yang mengandung cell line diploid manusia.
Penggunaan janin bayi yang sengaja digugurkan ini bukan merupakan suat hal yang dirahasiakan pada publik. Sel line yang biasa digunakan untuk keperluan vaksin biasanya diambil dari bagian paru-paru, kulit, otot, ginjal, hati, thyroid, thymus, dan hati yang diperoleh dari aborsi terpisah. Penamaan isolat biasanya dikaitkan dengan sumber yang diperoleh misalnya WI-38 adalah isolat yang diperoleh dari paru-paru bayi perempuan berumur 3 bulan
Timbunan racun ini dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes pada anak-anak, asma, penyakit neurologi, leukemia, bahkan kematian mendadak. Ratusan laporan mencatat efek samping jangka panjang yang buruk terkait vaksin termasuk kasus meningitis, penyakit radang usus, autisme, esenfalitis kronis, sklerosis multiple, kangker dan arthritis rheumatoid.
Sebagian vaksin juga diketahui menyebabkan efek samping jangka pendek yang serius. Pada tanggal 12 juli 2002, Reuters News Service melaporkan “Hampir 1000 pelajar sekolah dilarikan ke rumah sakit setelah disuntik vaksin Ensefalitis di timur laut negeri Cina. Para pelajar itu mengalami demam, lemas dan dalam beberapa kasus terkena serangan jantung selepas divaksinasi
Kerusakan Tubuh Akibat VaksinMenurut analisa bebas dari data yang dikeluarkan Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) di AS, pada tahun 1996 terdapat 872 peristiwa buruk yang dilaporkan kepada VAERS, melibatkan anak-anak dibawah 14 tahun yang disuntik vaksin hepatitis B. Anak-anak tersebut dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit karena mengalami masalah kesehatan yang mengancam nyawa. Sebanyak 48 anak dilaporkan meninggal setelah mendapatkan suntikan vaksin Hepatitis B pada tahun 1996.

Informasi kesehatan juga dipenuhi contoh yang mengaitkan vaksin dengan timbulnya penyakit. Vaksin telah dikaitkan dengan kerusakan otak, IQ rendah, gangguan konsentrasi, kemampuan belajar dan autisme. Sebenarnya gangguan neurologi adalah komplikasi vaksin yang banyak diuraikan dan dikaji dalam ilmu pengobatan.

Vaksin gondok dan campak yang diberikan pada anak-anak misalnya telah menyebabkan kerusakan otak, kanker, diabetes, leukemia, hingga kematian (sindrom kematian bayi mendadak)
- Kajian tahun 1992 yang diterbitkan dalam The American Journal of Epidemiology menunjukkan tingkat kematian anak-anak meningkat hingga 8 kali pada jangka waktu 3 hari setelah mendapat suntikan vaksin DPT.
- Kajian awal oleh CDC AS mendapati anak yang menerima vaksin Hib berisiko 5 kali lebih mudah mengidap penyakit tersebut dibandingkan anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin tersebut.
- Dalam New England Journal of Medicine (juli 1994). Suatu penelitian menemukan 80% anak-anak dibawah 5 tahun terserang batuk rejan setelah disuntik vaksin tersebut.
- Pada 1977, Dr Jonas Salk (Pencipta vaksin Polio salk) mengeluarkan pernyataan bersama ilmuan lain bahwa 87% dari kasus polio yang terjadi sejak tahun 1970 adalah akibat dari vaksin polio. Selain itu vaksin Polio oral Sabin adalah satu-satunya penyebab Polio yang diketahui di Amerika.

Bukti diatas menjadikan vaksinasi layak dipertanyakan. Banyak fakta menjelaskan bahwa vaksin tidak meningkatkan kesehatan anak-anak.
-Menurut San Jose Mercury News (6 Juli 2002) seorang dari sepuluh anak-anak dan remaja di AS mengalami kelemahan fisik dan mental, menurut pengamatan terbaru Tahun 2000 yang menggambarkan pertambahan mendadak angka kecacatan pada penduduk usia muda. Sedangkan pada dekade lalu data menunjukkan peningkatan kecacatan pada anak-anak.
- Di AS hari ini kasus asma, diabetes dan penyakit auto imun pada usia anak telah meningkat 20 kali lipat dari tahun sebelumnya. Gangguan konsentrasi telah meningkat 3 kali lipat dan autisme meningkat hingga 600%.

Raksa dan AutismePengawet vaksin thimerosal, mengandung kurang lebih 50% raksa, yaitu neurotoksin yang membahayakan janin, bayi dan anak-anak. Zat tersebut juga menyebabkan beberapa gejala yang disebut spektrum Autisme. Ini termasuk Autisme parah, dimana anak gemar menyendiri, tidak cakap dan menunjukkan prilaku yang aneh, berulang-ulang, malah kadang kala bersikap agresif.

-Thimerosal digunakan secara luas sejak tahun 1940 sebagai campuran obat tanpa preskripsi dokter. Hingga penggunaanya dilarang pada tahun 1998. Namun masih ditemukan pada sebagian vaksin untuk orang dewasa maupun anak-anak
-kandungan thimerosal pada vaksin menarik perhatian kongres Amerika, yang kemudian memberikan rekomendasi pada pemerintah AS dan Akademi Pedriatik AS untuk menarik semua produk vaksin
-Pada tahun 1999, FDA Amerika Serikat menjelaskan bahwa sebagian balita telah menerima vaksin yang mengandung thimerosal, ternyata vaksin tersebut memiliki kandungan raksa melebihi ambang batas.
- Di AS sebelum tahun 1980 terdapat 1 dari 10.000 anak menderita autisme. Pada tahun 2002 Institut kesehatan Negeri AS mencatat peningkatan angka tersebut menjadi 250 dari 10.000. kini persatuan orang tua penderita autisme Amerika memperkirakan peningkatan kasus autisme kurang lebih 10% per tahun.

Hal yang sama terjadi di inggris. Pada awal tahun 90-an Inggris mengalami peningkatan kasus autisme menyusul penggunaan vaksin MMR. Vaksin yang mengandung raksa diyakini sebagai penyebabnya. Menurut Boyd Haley, pengurus program kimia Universitas Kentucky dan pakar logam beracun “Thimerosal mampu peresap dalam protein di otak, ia sangat beracun bagi syaraf dan enzim”

Haley pun terlibat dalam penelitian pada bulan Agustus tahun 2003, mendapati banyaknya kandungan raksa pada penderita autisme, yang dapat dianalisis melalui kadar raksa pada rambut mereka yang berarti etil raksa dari thimerosal telah meresap kedalam otak dan organ tubuh lainnya sangat berpotensi menyebabkan kerusakan sistem syaraf.

Menurut penelitian CDC tahun 2000 tentang keamanan thimerosal dalam vaksin. Menurut data statistic thimerosal memiliki resiko yang nyata terhadap gangguan sistem syaraf bayi usia 3 bulan. Sehingga kandungan thimerosal yang lebih tinggi didalam vaksin meningkatkan risiko autisme 2,48 kali.

Sementara itu pencipta thimerosal, Eli Lilly dilindungi dari tuntutan hukum orang tua penderita autisme dengan salah satu pasal dalam akta keamanan Negara AS November 2002. Selain itu ratusan tuntutan lain telah diajukan kepadanya termasuk pihak-pihak lain seperti Merck Advertis Pasteur dan American Home Product’s yang telah menggunakan thimerosal dalam vaksin untuk anak. Dan ada 4000 tuntutan lain terkait dengan komplikasi akibat vaksin yang belum terselesaikan. Saat ini dikabarkan para produsen vaksin tidak lagi menggunakan thimerosal pada semua produk vaksin untuk anak. Namun sebagian perusahaan Pediatrix, Glaxosmith, kline dan vaksin DtaP Hepatitis B. Adventis Pasteur memproduksi 6 jenis vaksin untuk orang dewasa yang mengandung thimerosal. Diantaranya vaksin flu dan tetanus, dimana setiap vaksin mengandung 25 mcg etil raksa.


Mencegah campak dengan cara ini sebaliknya malah mengakibatkan kanker dan berbagai penyakit autoimun lain. (Viera Scheibner, Ph.D dalam Vaccination: 100 Years of Ortodox Research Shows that Vaccines Represent a Medical Assault on The Immune System).

Beberapa penyakit mempunyai manfaat tersendiri. Karena itu pencegahan penyakit tidak selalu baik untuk anak-anak. Campak misalnya, digunakan di Negara-negara Scandinavia untuk mengobati penyakit autoimun seperti eksim contohnya. Banyak penelitian yang menunjukkan anak-anak yang tidak pernah terkena Campak berkemungkinan besar menderita kanker ketika dewasa. Penelitian terbaru menunjukkan penyakit yang biasa menjangkiti anak-anak bisa membantu menguatkan system imun dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh vaksin. Ini berarti anak-anak memiliki kemungkinan yang kecil terkena penyakit alergi atau autoimun seperti asma dan diabetes seperti yang terjadi saat ini.

Sebagai tambahan, Ibu yang mendapatkan vaksin tidak dapat memberikan kekebalan pasif kepada anaknya meskipun mereka mengidap penyakit yang ganas. Kekebalan ini biasanya melindungi bayi selama satu bulan sehingga satu tahun pertama ketika mereka mudah terserang penyakit. Saat ini para Ibu yang mendapatkan vaksin akan melahirkan anak yang muda terkena penyakit, padahal sebelum sang ibu mendapatkan vaksin biasanya anak mereka memiliki kekebalan.

Imunisasi alami adalah fenomena kompleks yang melibatkan banyak organ dan sistem. Proses ini tidak dapat ditiru dengan sempurna oleh rangsangan buatan dengan menggunakan antibodi. Seperti yang dijelaskan oleh Jamie Murphy, penulis buku What Every Parents Should Know About Immunization: “Apabila anak-anak mendapatkan penyakit secara alami seperti campak, tubuh akan memberikan reaksi dengan cara tersendiri. Kuman menuju ke bagian tubuh tertentu melalui kerongkongan dan memasuki organ sistem imun. Kemudian tubuh akan melawan penyakit itu secara alami.” Terdapat berbagai reaksi kekebalan tubuh yang akan terjadi, reaksi radang, makrofag dan berbagai sel darah putih digunakan untuk melawan kuman tersebut. Bersin dan batuk juga bekerja untuk menyingkirkan kuman penyakit.

Sejauh ini yang biasa menyerang anak-anak tidak berbahaya dan terbatas. Ia juga dapat memberikan kekebalan seumur hidup, sedangkan vaksin hanya memberikan kekebalan sementara. Vaksin kurang efektif jika dibandingkan proses imunisasi tubuh alami. Vaksin tidak seperti penyakit pada anak-anak yang memberikan kekebalan tubuh permanen. “ Tegas Murphy
Zat-zat yang terkandung dalam vaksinVaksin mengandung tiga bahan dasar:
1.Mikroorganisme (bakteri atau virus) penyebab penyakit tertentu yang akan dicegah dengan vaksin. Kandungan ini dapat berupa jasad utuh mikroorganisme atau hanya protein selubung mikroorganisme yang telah mati yang dinamakan antigen.
2.Bahan kimia yang meningkatkan reaksi imun terhadap vaksin, dinamakan adjuvant
3.Bahan kimia pengawet dan penguat tisu, yang mencegah terjadinya reaksi kimia lain atau pembusukan jasad biologi yang hidup atau mati dalam vaksin.

Menurut Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit (CDC) AS, bahan tambahan yang digunakan dalam produksi vaksin adalah sebagai berikut:

Pengawet(thimerosal dan 2-phenoxyethanol) dicampurkan untuk memperlambat atau menghentikan perkembangan bakteri yang masuk ke dalam vaksin secara tidak sengaja.
Penguat(laktosa atau monosodium glutamat) dicampur untuk mempertahankan komposisi vaksin dalam berbagai kondisi seperti perubahan suhu atau proses pengeringan dingin.
Adjuvan (alumunium hidroksida atau alumunium fosfat) dicampurkan untuk menambah kemampuan vaksin merangsang dan meningkatkan reaksi imun.

Antibiotic (neomycin dan sterptomycin) dicampurkan untuk mencegah pertumbuhan kuman yang berbahaya.

Bahan lain: vaksin brepeluang tercampur bahan lain seperti air murni. Vaksin juga berkemungkinan mengandung bahan sisa proses pembuatan, seperti protein sel atau bakteri, protein telur, DNA atau RNA, formaldehid dari proses toksoid (penetralan toksin) dan sebagainya.

Menurut produsen vaksin, campuran lain yang digunakan untuk membuat vaksin adalah: Etilen glikol (anti beku), fenol (dikenal juga dengan asam karbolat/ pembasmi kuman dan pewarna), alumunium(yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer dan epilepsy, juga kanker pada tikus eksperimen, digunakan untuk meningkatkan reaksi anti bodi)
Menurut Psicians’s Desk Reference 1997, vaksin mengandung campuran seperti: Alumuniium hidroksida, Alumunium fosfat, Ammonium sulfat, Amphotericin B, tisu binatang (seperti ginjal monyet embrio ayam, telur ayam), serum anak sapi, beta propiolactone, serum janin sapi, formaldehid, formalin, gelatin, gliserol, sel diploid manusia-dari tisu janin yang digugurkan-, gelatin yang dihidrolisis, monosodium glutamate, neomycin, neomycin sulfat, pewarna merah fenol, fenoksietanol (anti beku), kalium difospat, kalium monofospat, polymyxin B, Polysorbate 20, Polysorbate 80, hydrolysate kasein pancreas babi, sisa protein MRC 5, sorbitol, sukrosa, thimerosal (mengandung raksa), tri (n)buthylphosphate, se-set Vero (ginjal monyet), sel darah merah yang disterilkan.

Menurut CDC Amerika, bahan tambahan (seperti yang disebutkan sebelumnya) dicampurkan ke dalam vaksin untuk meningkatkan reaksi imun, mencegah pencemaran mikroba dan memperkuat formula faksin, serta untuk memastikan vaksin tersebut stabil, bebas kuman dan aman. Namun, benarkah anggapan ini?

Isu keamananSebagian bahan kimia dan bahan lain yang tidak diketahui dalam vaksin menimbulkan pertanyaan dari sisi keamanan dan kesehatan:

1. Amat beracun, dapat dikatakan semua jenis vaksin mengandung racun. Dalam banyak keadaan bahan tambahan vaksin (penguat, penetral, pengawet dan agen pembawa) jauh lebih beracun dari pada komponen virus atau bakteri dalam vaksin tersebut. Misalnya agen penyebab kanker, formaldehid dan thimerosal dapat merusak otak. Neomycin dan streptomycin dapat menimbulkan alergi pada sebagian orang. Tidak ada orang tua yang berpikir untuk member makan anaknya dengan formaldehid (pengawet mayat), raksa atau alumunium fospat. Akan tetapi dengan suntikan vaksin bahan-bahan ini disuntikan langsung ke dalam aliran darah.

2. Kandungan biologis yang diragukan, tisu organ dan darah binatang (“dinding sel”) yang diperlukan untuk membiakkan virus di dalam vaksin. Diantaranya adalah tisu otak kelinci, tisu ginjal anjing dan monyet, protein telur ayam dan bebek, embrio anak ayam, serum anak sapi, darah babi atau kuda dan nanah cacar sapi. Seluruhnya dapat bersifat toksid pada tubuh manusia. vaksin juga mungkin tercemar virus binatang yang membahayakan manusia (lihat “Bahaya Sebagian formula vaksin”). Tisu janin manusia yang digugurkan dalam sebagian vaksin, misalnya vaksin rubella, hepatitis A dan cacar air yang dibiakkan dalam sel diploid manusia (organ yang dibedah dari janin manusia yang digugurkan). Dalam kasus vaksin Rubela, artikel jurnal medis mengutip pendapat seorang dokter ( dr S. Plotkin dari Philadelphia): “janin tersebut dipilih khusus untuk tujuan ini. kedua orang tua bayi itu masih hidup dan sehat, mereka kini mungkin tinggal di Stockholm. Tindak aborsi mereka lakukan karena merasa memiliki anak terlalu banyak.” (inactivated Rubella Virus: Production and Biologics Control of Live Attenuated Rubella Virus Vaccines, Amer J Dis Child, 1969, Vol 118).
Selain meragukan dari sisi etika, tisu orang lain (tidak hanya dari binatang) bersifat asing bagi tubuh kita. Semua protein asing yang tidak disaring melalui proses pencernaan atau diproses dalam hati dapat meracuni tubuh. Protein ini telah terurai. Ia terdiri dari sel-sel binatang sehingga mengandung bahan genetic binatang. Ada kemungkinan gen dalam sel ini diambil oleh virus lemah yang masih hidup yang digunakan dalam vaksin. Virus ini kemudian menanam bahan genetic asing dari kultur tisu binatang ke dalam system genetic manusia. protein yang tidak dapat bersenyawa dalam darah adalah penyebab alergi. Ia dapat menyerang selubung myelin yang melindungi syaraf dan menimbulkan masalah syaraf (Walene James, pengarang Immunization: The Reality Beyond The Myth)

3. Tercemar kuman dan berbahaya. Vaksin tidak bebas kuman. Vaksin dikembangkan dengan 4 cara yang digunakan:
• Bakteri atau virus hidup yang dilemahkan agar tidak menyebabkan penyakit
• Bakteri mati atau virus yang tidak aktif
• Toksoid (racun bakteri yang telah dinetralkan)

Seluruh virus termasuk virus yang dilemahkan (dimatikan) mengandung RNA dan DNA yang terlepas dapat ditangkap oleh organism bersel yang terdapat didalamnya.
Kemudian organism ini dapat tersimpan didalam tisu seluruh tubuh dan sewaktu-waktu dapat menjadi aktif sehingga menyebabkan penyakit autoimun seperti kanker, sklerosis multiple, lupus, alergi dan arthritis rheumatoid. Menurut sebagaian ahli medis, bakteri yang mati dapat mengeluarkan racun ketika batuk rejan yang mengandung sekurangnya satu bahan yang dapat meracuni sel otak. Racun itu dapat merusak otak dalam waktu satu jam hingga beberapa hari setelah vaksinasi”, ungkap Neorologis pediatric, Marcel Kingsbourne MD. Menurut persatuan vaksin Australia, mycoplasma (salah satu dari kumpulan mikroorganisme tanpa membrane sel kaku) kadang kala dimasukkan ke dalam vaksin sebagai adjuvant untuk meningkatkan reaksi system imun terhadap vaksin. Kebanyakan organism ini menyebabkan penyakit, misalnya salah satu spesies organism adalah penyebab mycoplasma pneumonia yang kerap terjadi di kalangan anak-anak dan remaja.

•Satu lagi program imunisasi yang membingunkan adalah anggapan bahwa semua anak –tanpa memandang usia- adalah sama. Bayi berumur 2 bulan dengan berat 8 pound menerima dosis yang sama dengan anak berumur 5 tahun dengan berat badan 40 pound. Bayi dengan system imun yang belum matang mungkin menerima 5 kali lipat dosis itu (relative terhadap berat badan) dibandingkan anak yang lebih tua (sumber: NYVIC). Di AS, “Hot Lots” –beberapa vaksin dengan kadar kematian dan kecacatan tinggi yang tidak seimbang- telah berkali-kali diketahui pasti oleh NVIC, tetapi VDA enggan campur tangan untuk mencegah kerusakan tubuh dan kematian yang tidak wajar itu. sebaliknya mereka tidak pernah menarik vaksin jika terjadi efek yang buruk.
•Program vaksinasi juga menganggap semua penerima, tidak melihat suku bangsa, budaya, diet, geografis, atau semua keadaan lain akan menimbulkan reaksi yang sama. Anggapan ini mungkin tidak akan terbukti salah seandainya tidak terjadi kasus beberapa tahun lalu di wilayah Utara Australia, dimana kadar imunisasi yang ditngkatkan mengakibatkan meningkatnya kematian bayi sebanyak 50% pada kalangan penduduk asli. Satu penelitian yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine juga menjelaskan sejumlah besar anak-anak mengidap polio akibat vaksin, suatu fenomena yang jarang berlaku di Negara-negara maju. Jika dikaitkan dengan suntikan antibiotic, diketahui satu suntikan dalam masa satu bulan setelah vaksinasi, meningkatkan risiko polio 8 kali, 2-9 suntikan meningkatkan risiko 27 kali dan 10 atau lebih suntikan meningkatkan risiko 182 kali (Washington Post, 22 Februari 1995)
Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat Informasi vaksin Nasional, persatuan konsumen yang berpusat di Virginia AS, mendakwa vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan system imun dan syaraf, hiperaktivitas, kelemahan daya ingat, asma, sindorm keletihan kronis, lupus, arthritis rheumatoid, sklerosis multiple dan epilepsy. Bahkan AIDS yang tidak dikenal dua decade lalu, menjadi wabah di seluruh dunia. Mungkinkah vaksin yang tercemar virus penyebab kanker dan melemahkan system imun menimbulkan banyak penyakit baru?
Penelitian terbaru mendapati vaksin campak menghasilkan gangguan imun yang meningkatkan risiko terkena penyakit lain.
Penelitian-penelitian ini menyatakan bahwa imunisasi tidak produktif, suatu tanggapan yang dilandasi oleh kejadian menyebarnya wabah menyusul pemberian imunisasi di seluruh Negara. Jepang mengalami peningkatan kasus cacar setiap tahun menyusul diwajibakannya vaksin ini pada tahun 1872. Menjelang 1892 telah terjadi 29.979 kematian padahal semua korban telah divaksinasi. Pada awal tahun 90-an, Filipina mengalami wabah cacar terburuk setelah 8 juta orang menerima 24,5 juta suntikan vaksin, mengakibatkan tingkat kematian bertamba empat kali lipat.

Pada tahun 1989, Oman mengalami wabah polio yang meluas pada masa enam bulan selepas menerima vaksin ini. di AS pada tahun 1986, 90% dari kasus batuk rejan di Kansas terjadi pada orang yang telah mendapatkan suntikan vaksin. Sedangkan di Chicago tahun 1993 angkanya mencapai 72%
SARAT DENGAN KIMIA BERACUN“Satu suntikan vaskin yang diberikan kepada bayi yang baru lahir dengan berat badan 6 pound sama dengan 30 suntikan vaksin yang diberikan kepada orang dewasa seberat 180 pound. Selain itu, bayi turut terkena dampak racun alumunium dan formaldehid yang tinggi dalam sebagian vaksin. Dan kadar keracunan dapat meningkat hingga kadar yang tidak diketahui. Selanjutnya kita ketahui bahwa bayi tidak mampu menghasilkan cairan empedu dengan jumlah yang cukup dan belum memiliki kapasitas ginjal seperti orang dewasa selama beberapa bulan pertama kelahirannya. Cairan empedu adalah jalan biokimia utama tempat raksa disingkirkan dari tubuh dan bayi tidak mampu melakukannya. Ginjal bayi juga tidak mampu menyingkirkan alumunium. Selain itu raksa juga diketahui dapat mengganggu fungsi ginjal.” Boyd Haley, Ph.D. Profesor dan ketua program kimia Universitas Kentucky.

Banyak daerah di Amerika Serikat mewajibkan anak-anak untuk menerima 33 imunisasi sebelum masuk sekolah, dengan sebagian dari padanya diberikan dalam beberapa minggu pertama kelahiran mereka, ketika menginjak usia 16 tahun anak-anak AS telah menerima 40 suntikan vaksin.

Sebenarnya jumlah suntikan vaksin yang diwajiban telah meningkat dari 10 menjadi 30 dalam tempo 25 tahun. Selama masa ini terdapat peningkatan serentak dalam jumlah anak yang mengalami penurunan daya ingat dan gangguan konsentrasi. Orang tua di Amerika semakin khawatir setelah pengamaat kesehatan masyarakat AS dan Akademi Pediatrik Amerika mendapati kandungan raksa dalam tubuh sebagian anak-anak yang telah terkumpul dalam waktu 6 bulan pertama sejak kelahirannya, kadar tersebut bertambah melebihi ambang batas.

Sampai usia 2 tahun, anak-anak Amerika dilaporkan telah menerima 237 mikrogram raksa melalui vaksin. Kadar ini melebihi ambang batas yang ditetapkan Organisasi Perlindungan Alam AS yaitu 1/10 mikrogram per hari. Sedangkan kita ketahui jumlah raksa yang diterima oleh bayi setiap satu suntikan setara dengan 40 suntikan vaksin per hari yang diberikan pada orang dewasa dengan berat badan 100 pound. Sebuah penemuan di Amerika menunjukkan bahwa vaksin Hepatitis B mengandung 12 mcg raksa (30 kali lipat dari ambang batas). DtaP dan Hib mengandung 50 mcg raksa (60 kali lipat dari ambang batas) dan Hepatitis B dan Polio mengandung 62,5 mcg raksa (78 kali lipat dari ambang batas).


Berkaitan dengan Batuk Rejan:Tidak diragukan lagi, di Inggris saja terdapat ratusan bayi sehat mengalami kerusakan otak yang sukar dipulihkan. Kehidupan mereka serta orang tua mereka hancur karenanya (Profesor Gordon Stewart, Universitas Glasgow, dalam Here Health, Maret 1980
Terdapat banyak bukti yang menunjukkan imunisasi terhadap anak lebih banyak merugikan dari pada manfaatnya (dr. J Anthony Morris, mantan Ketua Pengawas Vaksin, FDA AS)
Ancaman terbesar serangan penyakit anak-anak datang dari usaha pencegahan yang tidak efektif dan berbahaya melalui imunisasi besar-besaran (dr. R. Mendelson, penulis How to Raise A Health; Child In Spite Of Your Doctor dan Profesor Pediatrik)

Menurut penemuan kami, saat ini terdapat bukti yang cukup berkenaan tidak berfungsinya imunitas tubuh setelah adanya program vaksinasi. Bukti ini kami dapati ketika memenui tuntutan masyarakat agar penelitian dijalankan dengan kaidah alternative untuk mencegah serangan penyakit (dr. H. Butram dan dr. Hoffman dalam Vaccination and Immune Malfunction)

Semua vaksinasi berfungsi mengubah tiga situasi darah kepada cirri-ciri kanker dan leukemia… vaksin DO dapat menyebabkan kanker dan leukemia (Profesor Vincent, penggagas Bioeletronika)

Setiap vaksin mengandung bahan tertentu yang dapat menghasilkan reaksi yang cukup dalam pada sebagian orang… pada umumnya, terdapat banyak komplikasi karena vaksin dibandingkan manfaat yang didapatkan (Profesor George Dick Universitas London)
Data resmi menunjukkan vaksinasi berskala besar di AS gagal memberikan kemajuan yang signifikan dalam pencegahan penyakit yang seharusnya dapat ia lindungi (dr. A. Sabin, pengembang vaksin Polio Oral, dalam kuliahnya di hadapan dokter-dokter Italia di Piacenza, Itali, 7 Desember 1985)
Selain telah nyata banyak kasus kematian akibat program ini, terdapat juga bahaya jangka panjang yang hampir mustahil diukur dengan pasti… terdapat sejumlah bahaya dalam seluruh prosedur vaksin yang seharusnya mencegah penggunaan yang terlalu banyak atau tidak wajar (Sir Graham Wilson dalam The Hazards of Immunisation)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar